Memandangi “Garis-Garis” Altruistik

Ilustrator : Adib

Oleh : Taufik Hidayat

Di Muara Enim, kakak bersama adiknya hidup dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan di rumah peninggalan almarhum kedua orang tuanya. Keduanya dalam keadaan sakit dan mengandalkan pemberian dari para tetangga untuk bisa makan. Respons datang dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sumatera Selatan (Sumsel) dan kini keduanya sedang dirawat di rumah sakit.[1] Sementara di Tanjung Priok, seorang anak mengungkapkan bahwa ayahnya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan ibunya tak bisa berjualan lantaran berlakunya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ia tinggal bersama orang tuanya di sebuah kontrakan. Bantuan datang dari Rumah Zakat, sehingga bebannya sedikit bisa diringankan.[2] 

Lalu di Banten, seorang buruh panggul kelapa muda yang harus menafkahi keluarganya tengah mengalami kesulitan, karena pandemi Corona Viruses Desease 2019 (Covid-19) berpengaruh terhadap penghasilannya yang kian tak menentu. MRI (Masyarakat Relawan Indonesia) Banten telah bergerak untuk memberi bantuan kepada keluarga tersebut.[3] Kemudian, karena melihat terus bertambahnya pasien Covid-19, Dompet Dhuafa mempersiapkan rumah sakit darurat untuk membantu menangani persoalan tersebut dengan memanfaatkan kontainer-kontainer sebagai ruang isolasi yang ramah lingkungan, ruang rawat, dan laboratorium. Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan juga yang memproduksi masker khusus untuk membantu Teman Tuli.[4] 

Askar Kauny juga bergerak mendistribusikan bantuan alat pelindung diri untuk para tenaga medis di Puskesmas Cipayung Depok, RS. Gandaria Kebayoran, Puskesmas Pamulang, Rumah sakit Ibu dan Anak (RSIA) Muhammadiyah Tangerang, dan Klinik Bayan Tangerang.[5] Kitabisa dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang telah menyalurkan 1.000 nasi box untuk tenaga medis di RS. Darurat Covid-19 Wisma Atlet dan RS. Persahabatan dengan melibatkan kelompok mustahik pengusaha binaan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat  (LPEM) Cipinang Kebembem Jaktim. Dalam tiap box makanan tersebut, ada doa dan semangat untuk para petugas medis.[6] 

Tak ketinggalan, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia menyalurkan 450 hazmat, 450 liter handsanitizer, 240 kotak vitamin C, dan 240 kotak minuman ringan hasil dari penggalangan dana batch 1, 2, dan 3.[7] Per tanggal 25 April 2020, Wakaf Salman Institut Pertanian Bogor (ITB) telah menyerahkan 5000 pcs masker kain, 1000 pcs faceshield, dan 300 pcs hazmat suit kepada Jabar Quick Response. Juga bersama Elfoundation, Gojek, dan Jabar Quick Response telah membagikan 4.400 roti kepada para pencari nafkah yang masih harus bekerja di luar. Tak lupa, proyek Vent-I yang terus berlangsung sebagai alat bantu pernapasan bagi pasien Covid-19 pada gejala klinis tahap 2.[8] Masih banyak lagi bukti perjuangan atau kontribusi dari lembaga-lembaga yang bergerak untuk membantu masyarakat di tengah Covid-19 ini.

Tentu hal seperti itu tak akan tampak di lingkungan kita, bila tak ada jiwa-jiwa mulia dalam masyarakat. Mereka menjelma dalam berbagai figur, seperti dermawan, relawan, petugas medis, dan lainnya. Bila ditinjau dalam perspektif filsafat, mereka disebut sebagai altruis dan tindakannya dinamai altruistik. Menurut Shelley E. Taylor, Letitia Anne Peplau, dan David O. Sears (2009), bila orang mempertaruhkan nyawanya untuk menolong korban dari bahaya, setelahnya ia pergi begitu saja atau tanpa pamit, maka orang tersebut telah melakukan tindakan altruistik. Dalam kalimat yang sering kita jumpai, ia bisa berarti sama dengan menolong sesama tanpa pamrih atau tidak meminta balasan. 

Apakah tindakan altruistik merugikan pelakunya? Tentu tidak, karena tindakan tersebut justru membentuk pelakunya untuk mampu mengekspresikan nilai-nilai personal (kasih sayang, kepedulian, dan lainnya), memperoleh pemahaman baru, memperkuat hubungan sosial, menumbuh-kuatkan kepribadian baik, dan seterusnya. Fuad Nashori (2008) mengutip pendapat Cohen, bahwa ciri-ciri altruistik yakni adanya empati, keinginan untuk memberi, dan secara suka rela. Sedangkan dalam Islam, tindakan ini didasari oleh dua hal, yakni prinsip khusus dan umum. Prinsip khususnya adalah ibadah, muamalah, ketulusan, dan keyakinan keagamaan. Sementara prinsip umumnya adalah ta’awun dan ikhlas. Dalam hal ini, ada hal yang harus kita perhatikan, sebagaimana perkataan dari Fudhail bin Iyyadh, bahwa sesungguhnya amal tatkala dilaksanakan dengan keikhlasan namun tidak menurut aturan yang benar, maka tidak akan diterima sampai ia diterapkan menurut aturan yang benar.” [9]

Referensi: 
[1] Kunjungi www.act.id
[2] Kunjungi www.rumahzakat.org
[3] Kunjungi www.relawan.id
[4] Kunjungi www.dompetdhuafa.org
[5] Kunjungi www.askarkauny.com
[6] Kunjungi www.kitabisa.com dan www.baznas.go.id
[7] Kunjungi www.ppi.id
[8] Kunjungi www.salmanitb.com
[9] Jannah, Miftahul. 2016. “Konsep Altruisme dalam Perspektif al-Qur’an” (Tesis). Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai