Menilik Polemik Pemira Lebih Dalam

Pemilihan Raya (Pemira) Politeknik Negeri Semarang (Polines)  tinggal  beberapa saat lagi. Komisi Pemilihan Raya (KPR)  telah menyiapkan mekanisme pemilihan yang akan diselenggarakan pada Selasa(5/04). Menurut Dhita Asyanti selaku ketua KPR, mekanisme Pemira tahun 2016 ini sama seperti tahun kemarin, yaitu menggunakan sistem klik.

“Mahasiswa datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) di masing-masing jurusan. Setiap jurusan terdapat satu TPS.  Setiap bilik terdapat  satu laptop. Lalu mahasiswa absen sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Untuk masuk, terdapat username dan password. Username diisi dengan NIM (Nomor Induk Mahasiswa) tanpa titik dan password diisi dengan password yang telah diberikan oleh panitia,” terang Dhita.

Dhita menjelaskan bahwa nantinya akan ada tiga suara dalam pemilihan, diantaranya: suara sah, tidak sah, dan suara golongan putih (golput). “Suara sah apabila pemilih mengklik gambar capresma (calon presiden mahasiswa) dan cawapresma (calon wakil presiden mahasiswa) , lalu pilih next.  Suara tidak sah apabila pemilih tidak mengklik gambar capresma dan cawapresma, melainkan langsung mengklik next. Disini next kita anggap suara tidak sah atau sama halnya dengan memilih kotak kosong. Dan golput apabila tidak datang ke TPS utk memilih. Hal tersebut berlaku untuk pemilihan BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) juga,” paparnya.

Untuk pemilihan anggota BPM sendiri, jalur pendaftaran calon anggota BPM terdiri dari tiga jalur, yaitu jalur jurusan, jalur 5 bidang Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan jalur independen. “Kalau jalur  jurusan, hanya mahasiswa  jurusan tersebut saja yang memilih. Kalau untuk jalur UKM dan independen dipilih oleh semua mahasiswa,” jelas Ario Adhiguna selaku ketua BPM.

Ario berkata, “Kalau jalur bidang, mereka harus terikat dengan UKM. Setiap UKM harus mengajukan diri. Nantinya hanya  akan ada satu orang yang dipilih dari bidang tersebut. Untuk jalur independen, tidak terikat ormawa, jadi mahasiswa biasa juga bisa mencalonkan diri.  Dan untuk jalur jurusan  sendiri, tidak harus terikat oleh HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan). Semua mahasiswa jurusan berhak mencalonkan diri menjadi BPM, tapi harus ada rekomendasi dari HMJ.”

Ia menambahkan bahwa tidak ada aturan tertulis atau baku dari KPR untuk melakukan seleksi pada setiap jurusan maupun UKM. “Jadi terserah mereka mau melakukan seleksi atau tidak. Itu terserah HMJ atau UKM masing-masing,” jelasnya.

Meski hanya ada calon tunggal presiden mahasiswa (presma) dan wakil presiden mahasiswa (wapresma) namun menurut Dhita, Pemira kali ini bukan aklamasi. “Ini bukan aklamasi. Aklamasi itu terpilihnya suatu calon melalui suatu forum dan dipilih forum secara lisan. Kita gak aklamasi karena kita tetap melibatkan suara mahasiswa, ada suara sah dan tidak sah. Cuman nanti suara sahnya saja yang dihitung,” ungkapnya.

“Jika nanti hasilnya banyak  suara yang tidak sah sama saja melawan kotak kosong. Suara tidak  sah tidak diperhitungkan. Meskipun banyak suara yang tidak sah ataupun golput, kita kembali lagi ke Juknis yang menjadi landasan kita. Mau gimana lagi, ini keadaan kita,” tambahnya.

KPR mengaku  sudah menyiapkan beberapa  mekanisme tersendiri untuk para calon.  “Para calon sudah mengikuti seleksi Fit and Proper Test, seleksi wawancara, sudah kampanye dan mengikuti dialog terbuka tanpa mangkir. Jadi jangan disimpulkan mekanisme terpilihnya presma wapresma itu hanya  pada saat sistem klik saja,” ujar Dhita.

KPR mengacu pada Perubahan Petunjuk Teknis (Juknis) Pemira Polines 2016 Bab IV tentang Hak Pilih pada Ketentuan Khusus 5.3 yang berbunyi bahwa:

  1. Apabila sampai batas waktu perpanjangan pendaftaran kedua selama 4 x 24 jam hanya didapat 1 pasangan calon Presma dan calon Wapresma, maka calon tersebut dinyatakan sebagai Presma dan Wapresma terpilih.
  2. Apabila sampai batas waktu perpanjangan pendaftaran kedua selama 4 x 24 jam hanya didapat 2 orang calon dari masing – masing jurusan, 1 orang calon dari masing – masing UKM bidang, dan 5 orang calon dari independen, maka calon – calon tersebut dinyatakan sebagai anggota BPM terpilih.

Partisipasi Saat Kampanye

Sebelumnya, Panitia Pelaksana Pemira (P3) telah menyelenggarakan kampanye di berbagai jurusan mulai dari tanggal 22, 22, 23, 28, dan 29 Maret 2016. Namun partisipasi mahasiswa Polines terhadap kampanye di berbagai jurusan tersebut dirasa kurang.

“Tidak ada partisipasi langsung interaktif dengan si calon, padahal terdapat sesi tanya jawab kepada capresma maupun BPM,” ucap Nadia Wismaya selaku ketua P3.

Kampanye yang diselenggarakan oleh P3 tersebut, menuai banyak tanggapan dari mahasiswa. Helmi Adi Pradana, mahasiswa Teknik Elektro berkata, “Untuk kampanye, acara dibuat lebih simple aja. Peminat yang melihat juga sedikit karena terpaut jam kuliah. Jadi lebih baik acara disesuaikan dengan waktu istirahat atau pulang, kan kampanye juga untuk mahasiswa. Kan lucu  juga kampanye untuk kita tapi audience yang lihat sedikit.”

“Kampanyenya kurang menarik minat  mahasiswa untuk melihat. Yang lihat juga sedikit. Mending dikasih hiburan atau apalah supaya menarik mahasiswa untuk berpartisipasi,” ujar Efyra, mahasiswa Administrasi Bisnis.

Lazuardi Ahmad Zulfikar mahasiswa Teknik Sipil  berucap, “Orasinya sudah bagus, tapi sayang waktunya kurang tepat, tabrakan sama jam kuliah, jadi peminatnya cuman sedikit.”

Menanggapi hal tersebut, Nadia menjelaskan bahwa pihaknya telah berusaha dengan baik untuk menyelenggarkan kampanye tersebut, diantaranya dengan publikasi melalui media sosial.  “Kita sudah publikasi tentang kampanye lewat facebook, line, dan BBM,” jelasnya.

Nadia melanjutkan, “Kita punya total 18 calon untuk melakukan kampanye pada setiap jurusannya. Untuk dilaksanakan 45 menit  pada waktu istirahat itu tidak mungkin. Memang kendalanya seperti itu. Kita menempatkan di kantin, dengan harapan jika mahasiswa ada jam kosong, mereka bisa ke kantin. Itu sebuah solusi.”

Untuk menarik minat mahasiswa dalam kampanye, KPR bersama P3 pun telah merancang kampanye kreatif. “Setiap calon diharap melakukan kampanye kreatif. Ada yang nyanyi, pantun, puisi. Dan sebenarnya itu adalah salah satu inovasi dari kita agar mahasiswa tertarik untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kampanye itu sendiri,” ucap Dhita.

Dhita berkata, “Kenapa kok gak ada hiburan? Untuk masalah hiburan kita lihat kemampuan kita, dana Pemira juga tak seberapa.”

Menanggapi Calon Tunggal

Kini terdapat satu pasang capresma dan cawapresma serta 26 calon anggota BPM yang akan dipilih menjadi 21 orang, diantaranya 6 calon melalui jalur independen, 12 calon melalui jalur jurusan dan 8 calon melalui jalur UKM. Polemik calon tunggal dari capresma dan cawapresma, serta sebagian jurusan yang mendelegasikan calon anggota BPM sama dengan jumlah anggota yang akan dipilih masih menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa.

Roby Kurnia Adhi mahasiswa Teknik Mesin berkata, “Mending gak usah ada pemilihan segala, mending langsung ditunjuk aja, kan cuman ada satu calon. Daripada membuang waktu dan tenaga buat ngadain pemilihan, toh diadain pemilihan sama tidak yang jadi tetap itu. Tapi memang harus ada penjelasan pada mahasiswa tentang bagaimana terpilihnya calon tersebut.”

“Kesadaran organisasi kurang menjadi penyebab capresma hanya satu. Mungkin sistemnya bisa diubah. Bisa dengan pendekatan dan sosialisasi yang tepat kepada mahasiswa. Mungkin sistem pencalonan capresma bisa disamakan dengan sistem pencalonan BPM.  Sehingga masing-masing jurusan maupun UKM memberikan calonnya. Lalu bisa diseleksi lagi yang akan menjadi capresma cawapresma. Sehingga partisipasi dari mahasiswa bisa bertambah,”  ucap Ahmad Khaeri, mahasiswa Administrasi Bisnis.

Ari Hardoyo, mahasiswa Teknik Elektro berucap, “Pemira tahun ini kurang greget. Masak calonnya cuman satu. Sedangkan diadakan pemilihan yang menyangkut seluruh mahasiswa. Kenapa yang milih gak perwakilan kelasnya aja, jadi nggak melibatkan semuanya.”

Menanggapi  calon tunggal,  menurut Ario, kondisi seperti ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan kampus lain. “Jika calonnya cuman satu, mungkin mereka ingin mengaplikasikan kepemimpinannya di tempat yang berbeda. Bukan di BEM ataupun BPM. Kita tidak mewajibkan mereka semua mendaftar BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) ataupun BPM. Jika dibandingkan universitas lain kita malah lebih baik.”

“Mereka tidak memiliki rasa ingin tahu. Ketika mereka tidak memiliki rasa ingin tahu, berarti mereka tidak memiliki keresahan. Jika mereka tidak  resah, berarti tidak ada masalah.  Berarti kita yang disini bekerja dengan baik karena tidak ada hal-hal yang saya sebutkan tadi. Berarti KBM (Keluarga Besar Mahasiswaa) disini  berjalan dengan baik. Beda lagi kalau semua ingin mencalonkan, artinya ada sesuatu di BPM atau BEM yang ingin mereka ubah, berarti di BPM ataupun BEM ada hal yang salah. Ada hal disini yang salah. Sampai-sampai mahasiswa ingin merubah,” tambahnya.

Bahrul Huda selaku Presiden mahasiswa (Presma) berkata, “Kalau siapa yang salah jika calon cuman satu, itu tidak ada yang salah. Masak kita suruh maksa. KPR juga sudah memfasilitasi. Kita coba biar gak aklamasi, tapi memang keadaannya seperti ini. Kalau siapa  yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab itu kembali ke diri masing-masing .”

Dibalik  Pencalonan Tunggal 

Dibalik pencalonan capresma dan cawapresma tunggal,  Bayu Aji, mahasiswa Akuntansi pernah mencalonkan diri sebagai capresma 2016. Namun karena tak ada wakil yang akan mendampingi, ia terpaksa mengundurkan diri.

“Saya mengundurkan diri satu jam sebelum pendaftaran ditutup karena tidak ada wakil yang akan mendampingi saya,” terang Bayu.

Bayu menjelaskan bahwa awalnya ia ingin menjadi anggota BPM, namun seiring dengan berjalannya waktu, ia mengurungkan niatnya karena ada berbagai halangan. “Ketika saya tahu perpanjangan 7 hari saya tidak begitu mempedulikan. Karena setiap jurusan pasti akan mendelegasikan. Saya tunggu 7 hari hasilnya nihil.  Ternyata masih ada perpanjangan waktu 4 hari. Saya mencoba mengubah mindset.  Saya nekat, saya nyalon saja. Saya coba masuk dan menjadi capresma,” jelasnya.

Bayu memaparkan bahwa sebelumnya ia telah mendapat tiga calon wakil yang hampir  akan menjadi pasangannya nanti dalam Pemira, diantaranya Atina Husnul, Triadhi Handiyono, dan satu calon yang tak mau disebutkan namanya, ketiga-tiganya berasal dari jurusan Teknik Mesin.

Triadhi Handiyono yang hampir menjadi calon wakil dari Bayu mengatakan, “Salah satu faktor saya nggak mau menjadi cawapres yaitu karena ngasih tahunya mendadak, jadi saya nolak dan belum ada kata sepakat. Ia ngehubungin aku jam 8 malam, padahal batas akhir pengumpulan berkas itu jam 12.”

“Saya sudah mencoba mendapatkan tiga calon wakil, tapi semuanya gagal. Dan akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk menjadi capresma. Usaha saya untuk menyelamatkan agar tidak aklamasi akhirnya gagal. Memang ditakdirkan aklamasi. Paling tidak , saya sudah ada usaha,” jelas Bayu.

 

Ditulis dan diliput oleh: Richa Meiliyana

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

3 Respon

  1. Tegar Priambudi berkata:

    Keren dah ! , Semangat !

  2. noname berkata:

    klo gak diginiin gak terbuka ya..

  3. Jule berkata:

    Kok kesannya aklamasi jelek banget sih sampe pada gamau aklamasi~ itu mbak dhita yg salah baca buku apa yg lain asal ngomong “aklamasi”? Hehe #TeamMbakDhita #BaruKomenPemiraBiarResah #BodoAmatDibilangAlay

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *