Tarif PPN 12% Menimbulkan Melemahnya Daya Beli Masyarakat

Ilustrator: Syifa

Pemerintah resmi melanjutkan rencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 mendatang. Penerapan tarif ini sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Kebijakan ini diterapkan untuk menjaga kestabilan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, kenaikan PPN 12% tersebut memicu perdebatan di tengah masyarakat. Lantas, seperti apakah dampak kenaikan PPN  menjadi 12% bagi masyarakat?

Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyatakan kenaikan PPN akan dikenakan pada barang dan jasa yang masuk dalam kategori mewah, yang biasanya dikonsumsi oleh kelompok penduduk terkaya atau masyarakat berpengeluaran menengah ke atas. Namun, faktanya beberapa bahan pokok juga terkena dampak atas kenaikan PPN menjadi 12%. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memaparkan barang dan jasa yang dikenai PPN 12%, diantaranya yaitu:

  1. Seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12%. Namun, kenaikan tarif 1% tersebut melalui mekanisme Ditanggung Pemerintah (DTP) karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas tersebut adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.
  2. Jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital yang selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.
  3. Transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standards (QRIS) yang merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran. Atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant.
  4. Biaya berlangganan platform digital seperti Netflix, Spotify, YouTube Premium, dan sebagainya yang merupakan objek pajak PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), sebagaimana diatur dalam PMK 60/PMK.03/2022. Atas transaksi penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucer, selama ini sudah dipungut PPN sesuai dengan ketentuan PMK 71/PMK.03/2022.
  5. Tiket pesawat domestik atau tiket pesawat dalam negeri yang bukan bagian tiket pesawat luar negeri berdasarkan pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994, terutang PPN. Artinya, transaksi penjualan tiket pesawat dalam negeri tetap menjadi objek PPN.

Komoditas  barang dan jasa yang bebas PPN

Beberapa jenis barang pokok dan jasa strategis tidak akan dikenakan PPN. Komoditas tersebut mencakup:

  1. Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
  2. Jasa-jasa diantaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.
  3. Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum dan berbagai insentif PPN lainnya yang secara keseluruhan diperkirakan sebesar Rp 265,6 triliun untuk tahun 2025.

Di luar dua kategori tersebut, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12%. Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12%. Dari pemaparan Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan Pengenaan pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor. Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam PMK Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah. Pemerintah juga menyiapkan sejumlah stimulus untuk mengurangi dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat. Beberapa kebijakan yang disiapkan antara lain:

  1. Diskon Listrik 50%

Pemerintah memberikan diskon tarif listrik sebesar 50%  untuk pelanggan daya 2.200 watt ke bawah. Kebijakan ini berlaku selama Januari hingga Februari 2025, mencakup sekitar 81,4 juta pelanggan PLN atau 97% dari total pelanggan.

  1. Bantuan Pangan

Pemerintah akan memberikan bantuan beras sebesar 10 kg per bulan untuk masyarakat di kategori desil 1 dan 2.

  1. Insentif PPh Final 0,5% untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

Pemerintah memperpanjang insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5 % bagi UMKM dengan omzet Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar per tahun. Bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta, tarif PPh tetap 0 %.

  1. Insentif untuk Properti dan Mobil Listrik

Untuk Properti, Insentif PPN Ditanggung Pemerintah diberikan untuk rumah dengan harga jual hingga Rp 5 miliar. Diskon 100% berlaku untuk periode Januari-Juni 2025 dan 50% untuk Juli-Desember 2025. Sedangkan untuk mobil listrik dan hibrida, pemerintah menawarkan insentif berupa pembebasan PPN dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

Adapun dampak dari kenaikan PPN 12% bagi masyarakat adalah sebagai berikut:

  1. Pengeluaran bertambah

Ekonom sekaligus Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Media Wahyudi Askar, membeberkan potensi kenaikan inflasi pada tahun depan dapat menambah tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok menengah ke bawah. 

  1. Kenaikan harga komoditas masyarakat

Kenyataannya, PPN tetap naik untuk hampir semua komoditas yang dikonsumsi masyarakat bawah.

  1. Kenaikan harga peralatan elektronik

Menurut Bhima Yudhistira, ekonom sekaligus Executive Director CELIOS, menambahkan dampak berikutnya dari kenaikan PPN menjadi 12% adalah harga peralatan elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor yang ikut naik.

  1. Kenaikan PPN tidak menambah pendapatan pajak

Hal itu terjadi karena efek pelemahan konsumsi masyarakat, omset pelaku usaha akan mempengaruhi penerimaan pajak lain, seperti PPh badan, PPh 21, dan bea cukai.

  1. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang buruk

Kenaikan tarif PPN 12% hanya akan memperburuk situasi, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Secara keseluruhan, kenaikan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan nasional. Namun, penting bagi pemerintah untuk terus memantau dampak kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat dan ekonomi secara keseluruhan, serta memastikan bahwa langkah-langkah mitigasi yang diambil efektif dalam mengurangi beban bagi kelompok masyarakat yang paling terdampak.

(Salma)

Referensi

antaranews.com

tempo.co

kompas.com

bbc.com

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *