Belum Terpenuhinya Tuntutan, Aksi Mahasiswa PMII Komisariat UIN Walisongo Semarang Berakhir Ricuh

Masa aksi mengobarkan api
Dok. Lucky

Semarang, Dimensi (09/04) – Dilatarbelakangi adanya kegagalan yang terjadi di Indonesia, elemen mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menyelenggarakan aksi pernyataan sikap yang bertajuk “Kekalahan Negara dalam Cengkraman Oligarki” pada Jumat (08/04), kemarin. Aksi yang diselenggarakan di depan Gedung Gubernur Jawa Tengah ini, dimulai pada pukul 13.30 WIB dengan berakhir ricuh.

Khoirul Fajri, selaku Ketua Komisariat PMII UIN Walisongo mengungkapkan bahwasanya aksi diawali dengan mekanisme massa aksi berkumpul di depan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang dan dilanjutkan dengan long march sampai memasuki kawasan Simpang Lima. Hingga kemudian menampilkan aksi simbolik dengan massa aksi yang turun mendorong sepeda motor sebagai refleksi kelangkaan dan kemahalan Bahan Bakar Minyak (BBM). “Setelah sampai di Simpang Lima, kami mendorong motor sebagai refleksi wacana naiknya pertalite. Karena ketika BBM naik pasti akan berdampak pada rakyat kecil menengah di Indonesia,” tutur Fajri.

Terkait hal tersebut, Fajri menambahkan tuntutan aksi yang digaungkan diantaranya penolakan penundaan pemilihan umum (pemilu) 2024 dan wacana tiga periode, penolakan kenaikan BBM, serta kecaman kenaikan minyak goreng untuk menstabilkan ekonomi masyarakat. “Kami menolak penundaan pemilu dan wacana tiga periode karena bertentangan dengan amanah reformasi, bagi kami itu wacana kepentingan oligarki untuk melanggengkan kekuasaannya. Selain itu, kami juga menolak kenaikan BBM, kelangkaan minyak goreng, dan mengecam keras pemerintah untuk menstabilkan ekonomi masyarakat,” tambahnya.

Berlangsungnya orasi dari perwakilan mahasiswa
Dok. Lucky

Di sisi lain, Untung Kistopo selaku Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Semarang Selatan menuturkan bahwasanya pihaknya telah mengizinkan mahasiswa untuk melakukan orasi sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, meski melwati waktu perjanjian. “Silahkan sesuai dengan UU boleh mengeluarkan pendapat di muka umum, kami dari pihak kepolisian hanya mengamankan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Acaranya memang sedikit molor, tapi dari kami tidak mempermasalahkan hal itu,” papar Untung.

Menanggapi hal tersebut, Abdul Aziz selaku Koordinator Lapangan mengatakan bahwasanya kemoloran terjadi karena tidak ada pihak pemerintah yang mau menemui mahasiswa. Hingga kemudian terjadi kericuhan dikarenakan pihak kepolisian yang melakukan perlawanan dengan mendorong dan memukul salah satu mahasiswa. “Mengenai kericuhan, sebenarnya terjadi ketika akan membakar ban dan hendak melingkar untuk bersholawat, tetapi ada perlawanan dari pihak kepolisian dan ada yang terpukul. Hal ini lah yang membuat massa aksi merasa dilawan,” jelas Aziz.

Terlepas dari kericuhan yang terjadi, Fajri berharap agar pemerintah segera mengatasi semua masalah yang merugikan masyarakat kecil, serta bersatunya teman-teman mahasiswa untuk melakukan aksi selanjutnya apabila tuntutan tidak dipenuhi. “Saya ingin pemerintah segera mengatasi masalah yang merugikan masyarakat kecil. Sedangkan untuk teman-teman mahasiswa bisa bersatu untuk aksi selanjutnya,” pungkas Fajri.

(Rosita, Kharisma)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai