Tak Beri Hasil, Aksi Unjuk Rasa Berakhir Anarkis
Semarang, Dimensi (07/10) – Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) Omnibus Law yang resmi disahkan pada Senin (05/10) lalu, memicu terjadinya aksi unjuk rasa di berbagai wilayah, tak terkecuali wilayah Semarang. Aksi yang dilaksanakan pada Rabu (07/10) mengundang sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) yang terdiri dari Serikat Buruh serta elemen mahasiswa. Mereka bergerak dari titik kumpul pos 4 Pelabuhan Tanjung Emas menuju kantor Gubenur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah. Aksi unjuk rasa ditutup dengan pernyataan sikap dan Press Release oleh GERAM, namun berakhir bentrok dengan petugas keamanan karena adanya massa aksi tambahan yang menyusup.
Unjuk rasa yang digaungkan sebagai aksi damai ini nyatanya sempat terjadi insiden yang kurang mengenakkan dan menyebabkan aksi menjadi tidak kondusif. Frans Napitu, anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (BEM UNNES) yang juga tergabung dalam Aliansi GERAM menyatakan bahwa aksi chaos yang sempat terjadi, di luar dari yang telah direncanakan saat konsolidasi. “Ketika konsolidasi, GERAM sepakat bahwa aksi ditutup dengan pembacaan rilis mosi tidak percaya kepada anggota DPRD dan pihak pemerintah, setelah itu kami menarik diri,” ungkap Frans. Ia juga menambahkan bahwa hal-hal yang terjadi secara paksa seusai pernyataan sikap, aliansi akan menarik diri karena bukan merupakan tanggung jawab dari GERAM melainkan tanggung jawab dari masing-masing organisasi yang masih bertahan.
Dilansir dari Surat Pemberitahuan Aksi Unjuk Rasa Damai, keenam opsi yang diajukan diantaranya yakni: Batalkan Omnibus Law, Stop PHK dengan alasan pandemi Covid-19, Sahkan RUU PKS, Gratiskan Biaya Pendidikan di semua tingkatan, Stop Kriminalisasi Aktivis Pergerakan, dan Mosi Tidak Percaya kepada DPR RI. Fiddin Nur, salah satu anggota BEM UNNES dan Aliansi GERAM mengungkapkan bahwa dari enam tuntutan yang dilayangkan tersebut, belum ada satupun yang mendapat lampu hijau dari pihak DPRD. “Sebenarnya dari pihak DPRD mau menemui asal aksi berjalan damai, karena aksi tidak terkendali, maka dari DPRD belum mau menemui,” ujar Fiddin.
Sehubungan dengan hal tersebut, Anik Susilowati selaku perwakilan buruh garmen Pelabuhan Tanjung Emas mengungkapkan bahwa ia setuju dengan orator terkait Undang-Undang (UU) Ciptaker. “Saya setuju dengan orasi yang disampaikan, karena UU Ciptaker menyusahkan kami sebagai kaum kecil, kami buruh meminta UU yang ada dan tidak perlu diubah lagi,“ ungkapnya. Akan tetapi, ia menyesalkan adanya aksi anarkis yang sempat terjadi. “Aksi yang berakhir dengan anarkis membuat saya merasa takut, apalagi saya seorang perempuan” tambah Anik.
Karsidin, Kabid BINMAS Satpol PP Kota Semarang mengungkapkan bahwa pada awalnya sebelum dilakukan penjagaan, telah dilaksanakan Arahan Pimpinan Pasukan (APP) oleh Kapolrestabes bahwa setiap anggota TNI dan Polisi tidak diperkenankan membawa senjata api dan hanya bertugas mengamankan jalannya aksi. Hal ini berlangsung ketika massa aksi belum chaos. “Saat para demonstran mulai anarkis, polisi tetap dapat menahan dan mengendalikan diri,” jelas Karsidin. Ia juga menambahkan jika terdapat tiga orang anggota yang terluka dan seorang jurnalis perempuan, dengan total kurang lebih empat orang yang menjadi korban setelah insiden ambruknya gerbang gedung DPRD.
Disisi lain, Yusuf mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) mengungkapkan bahwa ia menjadi korban salah sasaran dalam aksi lempar – lemparan yang ditujukan kepada pasukan keamanan dewan. “Dari satu sisi ada teman – teman oknum yang berniat lempar ke Polisi tetapi kena ke saya,” jelas Yusuf.
Terkait adanya perizinan pelaksanaan aksi hingga pukul 17.00 WIB, aksi GERAM belum capai titik temu. Hal tersebut dikarenakan dari enam tuntutan yang dicanangkan tidak ada satupun yang mendapatkan lampu hijau dari DPRD.
(Kholifatul, Ririn)
tangkap mulyono
Mesin memang tidak bisa diatur, namun memiliki aturan tersendiri. PPM masih berjalan lancar tapi berjalan dibalik layar
Mesin memang tidak bisa diatur, namun tetap memiliki aturan tersendiri. PPM tetap berjalan namun dibalik layar
baguss lillll 👌
Font artikel lpm tipis banget, warnanya juga tidak hitam