Institusi Larang UKM KonSeP Adakan Screening Film “Kucumbu Tubuh Indahku”

Film kontroversial karya Garin Nugroho berjudul “Kucumbu Tubuh Indahku” yang rencananya akan dilakukan screening oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Komunitas Seni Polines (KonSeP), pada minggu (8/12) dalam acara Pentas Apresiasi mendapat larangan dari Institusi agar tidak ditayangkan. Disampaikan oleh Melati Sarasvati selaku Ketua Pelaksana kegiatan bahwa pelarangan tersebut untuk menjaga kondusivitas kampus.

Menurut Melati, awal mula pelarangan yaitu ketika pamflet telah tersebar sampai pada grup WhatsApp tenaga pendidik Polines. UKM KonSeP sejak saat itu menerima berbagai imbauan dan peringatan agar tidak menayangkan film tersebut dan dimohon untuk dipertimbangkan lagi apabila tetap ingin menayangkan. “Mohon dicek penggunaan kampus Ruang Serba Guna (RSG) karena Polines tidak boleh digunakan untuk kegiatan Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT),” tutur Adhy Purnomo selaku Wakil Direktur III Bidang Kemahasiswaan pada Rabu (27/11) dalam pesan chat yang dikirim melalui WhatsApp kepada Melati. Keesokan harinya, pada Kamis (28/11), mereka berusaha mengadakan mediasi dengan institusi bersama Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) guna menindaklanjuti pelarangan film tersebut. Namun, mediasi tidak jadi dilakukan karena Adhy Purnomo sebagai pihak yang akan diajak mediasi berhalangan hadir disebabkan sedang ada keperluan di Bangka Belitung.

Usaha masih terus dilakukan oleh pihak UKM KonSeP untuk tetap menanyangkan film tersebut. Namun, lagi-lagi dari pihak institusi kembali melarang. Pada Jumat (29/11) Melati kembali bertemu dengan pihak institusi untuk menyampaikan bahwa mereka akan mengadakan screening film di luar kampus. “Saat menjelaskan, penyampaianku dipotong oleh Pak Adhy dan langsung dijawab: Tidak boleh, tidak boleh gitu,” ujar Melati. Adhy mengatakan bahwa pelarangan tersebut untuk menjaga kondusivitas kampus. “Polines tidak ingin mengadakan kegiatan atau mendukung kegiatan yang mengandung unsur LGBT,” jelas Adhy. Tak ingin menyerah, Ardianto Risqi selaku Ketua UKM KonSeP bergantian untuk kembali bertemu dengan pihak institusi. Namun, Suharmanto selaku Pembina UKM KonSep menyampaikan bahwa keputusan institusi terkait pelarangan pemutaran film tersebut tidak dapat diganggu gugat. “Pimpinan sudah memutuskan secara bulat melarang UKM KonSeP menyelenggarakan kegiatan baik di dalam maupun di luar kampus,” ujar Suharmanto.

Dikutip dari m.tribunnews.com dalam artikel berjudul “Film Kucumbu Tubuh Indahku Karya Garin Nugroho melenggang ke Oscar” edisi September 2019, dijelaskan bahwa film ini menceritakan tentang Juno, sebagai penari lengger dan kegelisahan terhadap jati dirinya. Melati menuturkan jika UKM KonSeP memilih film ini dengan alasan karena keinginan banyak pihak. “Film ini tidak di-publish di YouTube, karena memang dari pihak film maker Fourcolours sendiri tidak memberikan ke sembarang pihak,” ujar Melati. Menurut Melati film ini layak untuk diapreasi. Walaupun di Indonesia sendiri, film Kucumbu Tubuh Indahku tidak diizinkan tayang karena maraknya penandatanganan petisi dan pencekalan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam yang tidak menyukai isi dari film tersebut. “Padahal mereka yang mencekal belum menonton film ini, sudah men-judge dahulu,” jelas Melati.

Di tengah pencekalan film tersebut, film karya Garin ini justru mendapat respon positif dari Festival Film Indonesia (FFI) yang berhasil masuk dalam 11 nominasi. Dilansir dari Kompas.com artikel berjudul “Dicekal Lagi, Film Kucumbu Tubuh Indahku Raih 11 Nominasi dalam FFI 2019” edisi November 2019. Ke-11 nominasi tersebut di antaranya, Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik.

Melati menyampaikan, meskipun tujuan untuk mengapresiasi film produksi Fourcolours sudah gugur, tujuan yang diinginkannya saat ini hanya memaksimalkan pada pentas apresiasi. Ia juga mengatakan bahwa target pencapaiannya adalah ketika semua yang hadir saat Pentas Apresiasi dapat mengapresiasi segala bentuk acara di dalamnya. Ia juga menegaskan bahwa seharusnya kita dari kalangan akademisi menanggapi sebuah film atau karya sekiranya agar dapat melihat isi, tujuan, dan maknanya . “Sebaiknya kita harus lebih kritis dalam menanggapi hal seperti itu, jangan karena ada kabar burung. Di sini lingkungannya akademisi bukan agamis,” pungkas Melati.

(Wahyu)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai