Semardi Berkelahi

sumber: pixabay.com
Oleh: Ragil Nur


Pagi itu, terik memaksaku untuk beranjak
Kantuk masih bergelantungan di sekujur badan
Lini masaku bertebaran berita, ramai berteriak
Tepat hari ini adalah latar waktu semua kabar baik dan buruk disebarluaskan

Iya, aku adalah siswa menjelang semester yang hampir tuntas
Sembari cemas, kucoba peruntungan di sumur ilmu yang disebut universitas
Menanti masa giliranku tiba
Kabar baik yang kuharap nanti datangnya menyapa

Pagi itu, dengkurku berganti kokok ayam
Bahkan ayahku sudah di sungai yang jeram
Aku beranjak dari tempatku melelehkan lelah
Sedang ibuku mencari upah dari rumah ke rumah

Kukenakan kaca pembantuku
Menempatkan di pangkuan mata
Kubuka ponsel kecilku
Dan aku diterima di tempat yang aku damba, universitas namanya

Pagi itu, harapan mengudara ke atas
Menguap layaknya sublimasi api di tepi teras
Bahkan semesta seakan berkata "nak cemasmu sekarang terbayar tuntas"
Hingga kemudian, pada semua bahagia yang seketika itu berujung pada berita nahas

Kemelut awan tak terarahkan
Lolongan kecewa semakin memekikkan
Mengapa beruntung tidak datang ketempat yang ku siapkan untuk singgah
Tidak layakkah saya menjadi mahasiswa yang menerima tuah?

Sebab makhluk kaya nan berada itu merampas hak manusia lain
Tuan muda keturunan raja itu merenggas hak si miskin
Berakhir inginku pada kalimat percuma
Nuraninya terlanjur buta layaknya berhala
Bajingan

Sore itu, aku terlalu berduka
Ku habiskan pagi hingga soreku dengan sia-sia
Air mata mengucur berirama
Tempat sumber bijaksana itu, universitas katanya
Memaksaku menangis terseka-seka

Dijeratnya aku dengan biaya yang tak dapat kusangka
Nyatanya tujuan negara pada Undang-Undang Dasar Empat Lima
Hanya mitos belaka
Mencerdaskan kehidupan bangsa
Nyatanya disediakan untuk masyarakat yang berada

Semula ku kira bisa berkembang sangat luas
Nyatanya sumur yang meraup untung jutaan kertas
Yang bersuara demi rakyat dengan penuh antusias
Nyatanya berupa sistem jahil yang dipaksa berjalan bebas

Malam itu, cahaya berganti redupan yang nyala
Dan aku tertawa seperti sudah gila
Kuputuskan nasibku menjadi kunang-kunang saja
Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *