Festival K Lab IV: Upaya Hysteria dalam Merepresentasikan Kampung Nelayan Tambakrejo

Dok. Irfan (Kru Magang)

Semarang, Dimensi (23/12) – Merepresentasikan wilayah Kampung Nelayan Tambakrejo, Semarang Utara yang mengalami perubahan landscape, Hysteria sebagai salah satu komunitas kolektif seniman di Kota Semarang mengadakan acara Festival Penta K Lab IV dengan tema “Malih Dadi Segoro”. Berfokus pada isu permasalahan kota, festival ini mempunyai makna 5K yang berarti kita, kampong, kampus, kota, dan komunitas. Festival yang telah terlaksana sedari Jumat – Rabu (09-21/12) kemarin ini terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama yaitu acara pengumpulan dan pembuatan karya seni oleh beberapa seniman dari berbagai daerah di Indonesia hingga mancanegara pada hari Jumat – Sabtu (09-17/12). Selanjutnya pada sesi kedua, karya seni tersebut ditampilkan dalam festival selama lima hari dengan puncak acara yang berlangsung meriah pada Rabu (21/12) sejak pukul 15.30 – 23.59 WIB.

Berbagai pihak turut memeriahkan puncak acara ini diantaranya stakeholder, seniman hingga masyarakat umum. Pujo Negoro selaku Ketua Panitia menerangkan terkait rangkaian puncak acara Penta K Lab IV. “Rangkaian acara ini berupa panggung pembukaan dan penutupan, pameran seni, diskusi, simposium hingga lapak buku serta lapak jualan dari warga sekitar,” terang pujo. Puncak acara yang terlaksana pada hari terakhir sekaligus penutupan berlangsung meriah dengan adanya penampilan Balau, Pohon Sardjono, Superclan, dan Nasida Ria.

Seluruh rangkaian acara yang telah dilaksanakan oleh Hysteria ini sebagai bentuk representasi dari perubahan sosial serta lingkungan di wilayah pesisir pantai utara Jawa khususnya Semarang. Menanggapi acara yang ada, Edi Satyono, Ketua Rukun Tetangga (RT) 05 Rukun Warga (RW) 16, Tambakrejo, berharap dengan adanya acara ini dapat mempercepat pembangunan supaya kampung Tambakrejo tidak tenggelam. “Mudah-mudahan acara ini mempercepat pembangunan dan kampung tidak malih dadi segoro,” Ujar Edi.

Lebih lanjut, Edi menambahkan adanya perubahan air laut yang terjadi tidak hanya karena krisis iklim, tetapi juga pembangunan, kebijakan pemerintah, dan kebiasaan masyarakat sekitar. “Kami melihat perubahan air yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai hal dan meresponnya dengan mewacanakan perbaikan secepatnya,” ujarnya. Menurutnya, acara ini juga menjadi sarana untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap kampung tersebut. “Kami mulai dengan mengingatkan masyarakat bahaya kondisi yang akan terjadi dengan ragam festival ini,” tambahnya.

Terlepas dari permasalahan yang ada, Alif salah satu pengunjung asal Malaysia turut hadir untuk memeriahkan acara sebagai salah satu penggemar dari Nasida Ria. “Saya ingin ke Semarang karena sudah lama tidak ke sini dan kebetulan bertepatan dengan Nasida Ria yang sedang tampil,” ujar Alif. Di sisi lain, partisipan bazar dan berbagai penampilan yang ada pada malam puncak memberikan rezeki tersendiri bagi masyarakat sekitar. Nani salah satu warga setempat menuturkan ramaianya penjualan dalam bazar. Ia juga berharap acara seperti ini dapat berlangsung setahun sekali. “Senang karena adanya acara ini karena dapat menambah pendapatan, semoga ada acara seperti ini lagi,” pungkas Nani.

(Irfan (Kru Magang))

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *