Berbagai Tradisi Perayaan Idul Fitri di Pulau Jawa

Ilustrator : Rafli

Polines, DIMENSI (15/05) – Hari Raya Idul Fitri yang diperingati setiap 1 Syawal menjadi puncak kebahagiaan umat muslim setelah menyelesaikan tiga puluh hari lamanya berpuasa di bulan Ramadhan. Guna menyemarakkan momen lebaran, banyak sekali perayaan yang dilakukan di tiap-tiap daerah. Tak sedikit tradisi yang masih diterapkan hingga zaman modern saat ini. Perayaan yang hanya dilakukan pada momen Idul Fitri ini tentunya sayang sekali untuk dilewatkan sehingga mengundang antusias masyarakat baik dari kalangan anak-anak maupun dewasa. Selain itu, dapat menjadi momentum ajang silaturahmi dengan sanak saudara dan orang terdekat.

Setiap daerah mempunyai ciri khas dan tradisi masing-masing untuk menyambut Idul Fitri. Seperti contohnya di Kelurahan Kaligangsa, Kota Tegal. Warga Kaligangsa memiliki tradisi unik bernama Unggah-unggahan. Tradisi ini merupakan kegiatan saling mengirim makanan berupa nasi dan lauk-pauk kepada tetangga di sekitar rumah. Tradisi Unggah-unggahan dapat dilaksanakan satu minggu sebelum bulan puasa atau satu minggu sebelum hari raya Idul Fitri tiba, sesuai dengan pelaksanaan di desa masing-masing.

Masih di Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Kecamatan Weleri, Kendal, terdapat tradisi Pasar Kembang. Tradisi ini diberi nama Pasar Kembang karena pada saat itu banyak sekali orang yang berjualan dan membeli bunga untuk hari raya. Warga akan berbondong-bondong menyerbu para penjual bunga di pasar atau di pinggir jalan sebagai hiasan atau pajangan di rumah saat lebaran dan untuk ziarah kubur. Pasar Kembang dimulai sejak dua hari sebelum lebaran dari pukul 02.00 WIB hingga menjelang siang hari. Vithri Ana, salah satu warga Kecamatan Weleri menuturkan jika tradisi Pasar Kembang sangat dinanti oleh warga Weleri. “Pasar Kembang itu saat yang paling ditunggu warga Kecamatan Weleri, mereka berbondong-bondong membeli bunga sejak dini hari untuk kebutuhan di hari raya,” ungkapnya.

Tak kalah menariknya di Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Setelah salat Idul Fitri, para warga mengadakan Grebeg Syawal sebagai wujud syukur berakhirnya bulan suci ramadhan. Tradisi ini dilaksanakan mulai pukul 10.00 WIB, bertempat di lingkungan Kraton Yogyakarta. Terdapat acara iring-iringan prajurit yang membawa 7 gunungan hasil bumi dari kraton sampai ke Masjid Gedhe Yogyakarta. Yudha, salah satu warga Yogyakarta menjelaskan jika masyarakat akan berebut mengambil hasil bumi tersebut karena dinilai akan membawa berkah. “Gunungan hasil bumi akan diperebutkan masyarakat Yogyakarta karena dinilai akan membawa keberkahan,” tutur Yudha. Namun sayangnya, tradisi Grebeg Syawal tahun 2021 ini tidak dilaksanakan guna mengurangi kerumuman.

Lain lagi di Provinsi Jawa Timur, tepatnya masyarakat di Kelurahan Bangorejo, Banyuwangi yang tak pernah meninggalkan tradisi hari raya Idul Fitri, yaitu Ngelencer. Setelah melaksanakan salat Idul Fitri, masing-masing keluarga di setiap rumah melakukan sungkeman. Menurut Raisa Shova, salah satu warga Kelurahan Bangorejo, menjelaskan bahwa setelah bersungkem kepada keluarga akan dilanjutkan ke tetangga terdekat. “Kalau di Banyuwangi, biasanya setelah salat Idul Fitri langsung sungkeman keluarga, baru keliling ke tetangga dekat,” ujar Raisa. Ia juga menambahkan, tradisi Ngelencer terus dilaksanakan supaya hubungan antar keluarga dan tetangga tetap berjalan dengan baik dan harmonis.

Masing-masing tradisi perayaan hari lebaran tentunya memiliki makna dan tujuan tersendiri khususnya bagi daerah yang melakukannya. Tentunya sudah selayaknya budaya daerah terus dilestarikan agar tidak tergerus zaman sehingga kelak tetap dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H!

(Candra & Quinni)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai