Nobar dan Diskusi Film “Dragon for Sale”: Ungkap Ambisi 10 Bali Baru

Nonton bareng film “Dragon for Sale”
Dok. Rozak

Semarang, Dimensi (04/06) – Sabtu (03/06) lalu, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Tengah (Jateng) menggelar acara nonton bareng (nobar) dan diskusi film dokumenter “Dragon for Sale” yang bertempat di Mosha Kopi x Maring Bookshop, Tlogosari, Semarang. Acara ini turut dihadiri dan diisi oleh tim Ekspedisi Indonesia Baru, mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Universitas Semarang (USM), dan Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA). Dimulai sejak pukul 19.30 hingga 21.40 WIB, film tersebut menceritakan tentang perjalanan tim Ekspedisi Indonesia Baru yang menguak sisi gelap ambisi pemerintah dengan mencetak “10 Bali Baru” dan kota super premium termasuk kota Labuan Bajo, Flores, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menurut Ketua Koperasi Ekspedisi Indonesia Baru, Rumiati, penayangan film dokumenter ini bertujuan untuk melihat sisi lain pariwisata Indonesia. “Konsep wisata di Bali yang sudah terbukti tidak memberikan hajat hidup ke banyak orang di masa pandemi, justru akan diterapkan ke tempat wisata lainnya,” ungkapnya. Selain itu, Ia juga mencoba mencari data dan fakta terkait penerapan fake Bali, salah satunya di Labuan Bajo. “Apakah benar penerapan 10 fake Bali dapat diterapkan di Labuan Bajo, lalu siapa yang akan mendapatkan manfaat, siapa yang harus berkorban, serta apa dampaknya,” ujar Rumiati.

Lebih lanjut, Film hasil kolaborasi antara Ekspedisi Indonesia Baru, Sunspirit, dan Sahabat Flores ini telah ditayangkan sejak 1 April 2023 dengan mengusung model penayangan “Bioskop Warga” yang bertujuan untuk memberikan ruang kepada warga untuk berdiskusi secara langsung. Patria Rizky selaku perwakilan dari WALHI Jateng mengatakan tujuan pemutaran film ini yaitu sebagai pertukaran informasi mengenai kondisi masyarakat Indonesia Timur yang sebenarnya. “Adanya nobar ini bertujuan untuk membuka cakrawala teman-teman yang ada di Semarang,” ungkapnya.

Terkait dengan jalannya nobar dan diskusi, Fadhyl Muhammad selaku penanggap dari Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) USM, mengungkapkan bahwa film dengan durasi 55 menit ini cukup menarik. “Penyampaiannya tidak membuat bosan dan menarik sehingga ketika menonton tidak terasa lama,” ungkapnya. Sementara itu, Fahmi Bastian selaku Direktur WALHI Jateng, menyampaikan bahwa film ini menceritakan konteks persoalan yang dihadapi masyarakat Labuan Bajo terkait dengan proyek pariwisatanya. “Dalam film ini memperlihatkan realita sebenarnya yang terjadi dan bagaimana problematika yang ada di sana,” ujarnya.

Di akhir, Rumiati berharap agar mimpi dari tim Ekspedisi Indonesia Baru yaitu mampu membuat penonton berani bermimpi untuk “Indonesia Baru” kedepannya. “Harapannya, penonton dapat lebih berani menampilkan kearifan lokal, daya juang jangka panjang, serta simpul-simpul komunitas dapat saling terhubung dengan tujuan bertukar ilmu,” terangnya. Muhammad Rifat selaku penonton juga berharap bahwa mimpi ini bisa tersebar. “Harapannya tidak hanya di sini saja yang tahu, tetapi juga dapat tersebar ke yang lain,” pungkasnya.

(Salwa)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *