Gaungan Deklarasi Golput : Tunda atau Tetap Lanjut?

Poster Konsolidasi Urgensi Pemira 2022

Polines, Dimensi (20/04) – Pelaksanaan Pemilihan Raya (Pemira) 2022 tuai kontroversi dengan munculnya gaungan #deklarasigolput pada Minggu (17/04) lalu. Gaungan ini muncul di beberapa status WhatsApp mahasiswa Politeknik Negeri Semarang (Polines). Dengan adanya seruan ini, mahasiswa Polines memutuskan untuk mengadakan konsolidasi tekait urgensi Pemira dalam diskusi suara di Twitter Space pada Minggu (17/04) malam, dengan tajuk “Ada PR buat KPR : Deklarasi Golput atau Panjang Akal”. Hasil dari konsolidasi mahasiswa pun menghasilkan dua tuntutan yang diberikan kepada Komisi Pemilihan Raya (KPR) diantaranya ialah menunda pelaksanaan Pemira atau memberikan opsi penggantian sistem pemilihan menjadi aklamasi dan penjelasan ulang Pemira terkait persentase suara.

Adapun alasan seruan #deklarasigolput yang digaungkan mahasiswa yaitu karena kurangnya sosialisasi dari KPR menurut mahasiswa umum, terutama perihal pemilihan Calon Presiden Mahasiswa (Capresma) dan Calon Wakil Presiden Mahasiswa (Cawapresma). Kahfi Hadid, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro mengaku sosialisasi dari KPR sama sekali tidak mengena, bahkan ia pun merasa sakit hati. “Jujur saya hanya tahu calon nomor urut satu saja, calon yang lainnya saya tidak tahu. Bisa dilihat kan bagaimana kinerja KPR?” ungkap Kahfi. Ia pun menambahkan bahwa dengan adanya konsolidasi tersebut ia mulai percaya dengan pergerakan demokrasi mahasiswa Polines. “Adanya hal ini, saya mulai percaya pada pergerakan demokrasi teman-teman,” imbuhnya.

Berbeda halnya dengan Erlangga Dwi selaku Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) yang ikut menggaungkan deklarasi tersebut, ia mengungkapkan alasannya ikut menyerukan #deklarasigolput ialah keresahannya kepada kurangnya kesadaran berorganisasi dari mahasiswa. “Hal tersebut terlepas dari jabatan saya yang seorang Wapresma, yang saya resahkan yaitu mengapa dari elektro lagi? Apakah jurusan yang lain itu takut?” tutur Erlangga. Tak hanya itu saja, ia juga menjelaskan jika pemilihan dilakukan secara aklamasi, maka hal tersebut merupakan tindakan yang kurang tepat karena ada resiko terjadinya vacum of power dalam kepemimpinan Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Polines. “Masih banyak cara dalam menentukan pilihan, seperti musyawarah bersama atau voting,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Safi Mukholafatu sebagai Ketua KPR menyampaikan bahwa dengan adanya gaungan golongan putih membuat KPR menentukan sebuah ketetapan baru agar hal tersebut tidak meluas. “Karena belum siapnya mahasiswa dengan pemimpin yang baru, kami membuat TAP No. 28 yang berisikan apabila suara golput mencapai 50% maka hasil dari Pemira tahun ini tidak sah,” ungkap Safi. Kendati demikian, dengan adanya krisis kepercayaan dari beberapa mahasiswa, timeline dan mekanisme Pemira tidak akan berubah. “Dengan menggunakan sistem klik, jika mahasiswa sudah masuk ke dalam sistem pemilihan, maka dia tidak bisa golput,” imbuh Safi. Ia pun berharap kepada mahasiswa Polines agar tetap mendukung jalannya Pemira tahun ini. “Pilihlah pemimpin yang terbaik menurut kalian dan jangan sampai lupa dengan hak pilihnya,” pungkas Safi.

(Candra)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai