Mengenal Lebih Dekat ODHA, Memanusiakan tanpa Diskriminasi

Dr. Dra. Hastaning Sakti, M.Kes. (Dosen Psikologi Universitas Diponegoro) Dok. Pribadi

Penyunting : Hanifah & Febi

Orang dengan HIV/AIDS atau di singkat ODHA adalah orang yang terpapar virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang divonis memiliki penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV/AIDS dapat disebabkan karena penggunaan jarum suntik secara bersama, penularan dari ibu kepada bayi pada masa kehamilan, ketika melahirkan atau menyusui dan penyebab-penyebab lainnya. Kondisi ini menyebabkan daya tahan tubuh ODHA menurun. Pada saat kondisi ODHA sedang sehat, dia tidak akan terlihat seperti orang yang terserang HIV/AIDS. Namun ketika daya tahan tubuhnya menurun, maka kondisi fisik menjadi mudah lemas, kurus, ceking, pipi tirus, pandangan kosong, dan sering pusing.

ODHA adalah orang berpenyakit yang divonis mati. Ketika dia merasa tidak nyaman bergaul di masyarakat, maka kondisi tubuhnya akan menurun. Di saat itulah ODHA membutuhkan penyemangat yang bisa mengerti keadaannya. Saat ODHA sudah melewati suatu fase tertentu, justru ia akan berbaik hati kepada orang lain. Karena dalam kenyataannya ODHA akan memberi tahu orang lain jika dia telah terjangkit. Kemudian akan timbul awareness untuk mencegah dan melindungi orang lain. Karena ODHA yang lebih mengetahui bagaimana penularan HIV, otomatis ODHA tidak akan menularkannya pada orang lain. Ketika ODHA memiliki rasa kasih dan empati pada orang lain, maka mereka tidak akan menjerumuskan orang tersebut.

Namun dalam kenyataannya justru banyak orang yang mengucilkan ODHA. Hal tersebut jelas sangat  salah. Dengan daya tahan yang rentan ditambah dengan dikucilkan oleh lingkungan sekitar maka akan semakin melemahkan daya tahan tubuhnya. Keadaan psikologis ODHA juga sangat berpengaruh pada kesehatan fisik. Daya tahan bisa saja turun saat keadaan psikologis ODHA sedang tertekan. Tingkat stres yang diderita juga ikut berpengaruh hampir 90% pada daya tahan tubuh.

Sebagai sesama manusia seharusnya kita bisa saling memahami dan mengerti satu sama lain walaupun dengan ODHA sekalipun. Salah satu hal sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan tidak mengisolasi ODHA. Ajaklah makan, minum dan pergi bersama. Saat ini yang mereka butuhkan hanyalah kepedulian dan pemahaman dari orang disekitarnya.

Pernah suatu kali saya mendapati ODHA yang protes sewaktu ia dilarikan ke rumah sakit dan tidak mendapatkan penanganan yang selayaknya. Dikarenakan pihak rumah sakit mengetahui bahwa ia terserang HIV/AIDS, sehingga dirinya harus mendatangkan psikolog untuk meyakinkan pihak rumah sakit. Hal ini tentu sangat disayangkan. ODHA juga sama seperti kita, mereka memerlukan penanganan ketika sedang sakit.

Perayaan Malam Renungan AIDS Nusantara (MRAN) yang diperingati setiap tanggal 15 Mei adalah salah satu langkah berbeda untuk mengenang para ODHA yang sudah meninggal. Namun dalam hal ini, diperlukan partisipasi dari ODHA. Mereka perlu dilibatkan langsung dalam acara tersebut, sehingga kita bisa bergandengan tangan satu sama lain untuk memerangi AIDS. Percuma saja bila hanya sebagai ajang perayaan semata. Justru kepedulian kita terhadap keseharian merekalah (ODHA) yang ODHA butuhkan. Seperti membantu mereka dalam mencari pekerjaan, menjadi tempat berbagi cerita dan interaksi dalam sehari-hari.

Pengalaman pribadi saya, saya dapat berhubungan baik dengan ODHA karena berawal dari keingintahuan saya mengenai AIDS. Kemudian berlanjut dengan keikutsertaan saya dalam seminar-seminar yang membahas ODHA dan HIV/AIDS.  Sampai kemudian bisa bergaul dan berteman dengan ODHA. Seiring waktu berjalan, saya menunjukkan rasa sayang dan rasa kepedulian saya kepada ODHA. Saya pernah berkunjung ke beberapa kota dengan ODHA. Banyak cerita dan pembelajaran yang saya dapat dari beberapa ODHA yang saya temui. Ada yang ditemukan meninggal dalam keadaan overdosis dengan jarum suntik masih menempel ditangannya. Kemudian ada pula seorang ibu yang merupakan ODHA , meninggal karena kecelakaan. Selain itu, ada ODHA yang berkata kepada saya untuk mengurusnya ketika dia meninggal, karena dia tahu tidak akan ada orang yang mau mengurusnya ketika meninggal nanti. Ada pula ODHA yang berprofesi sebagai penulis produktif, dia survive dengan sakitnya dan sampai sekarang dia juga survive dengan pekerjaannya. Mereka datang dan pergi dengan cerita yang berbeda. Karena jangka waktu ODHA bertahan hidup tidak bisa diperkirakan, semua tergantung pada obat dan kondisi psikologis mereka. Namun ketika dalam kondisi kritis, Tuhan bisa saja menghendaki mereka untuk tetap hidup dan bertahan sampai sekarang.

Tuhan telah menunjukkan jalan ketika kita dipertemukan dengan orang lain, bahkan dengan ODHA sekalipun. Kita membantu mereka karena mereka membutuhkan kita. Kita sebagai sesama manusia tidak boleh menghakimi. Walaupun mereka menjadi ODHA dikarenakan perilaku yang tidak baik sekalipun, biarlah itu menjadi masa lalu mereka. Bila suatu waktu mereka dihadapkan pada kita, itu bukan semata-mata mereka meminta belas kasihan pada kita. Tapi tolonglah berpikir kenapa mereka dihadapkan pada kita. Pasti ada aura positif yang harus kita bagikan kepada mereka. Karena ketika seseorang bertemu dengan orang lain tidak ada yang kebetulan, itu rencana Tuhan untuk mempertemukan. Mereka membutuhkan bantuan kita, maka mari kita rangkul mereka. Kita bagikan energi positif kepada mereka, agar mereka tetap bertahan dan tidak begitu saja menyerah saat mengalami kondisi sulit.

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *