Menilik Peran Wanita Sebagai Arsitektur Peradaban

Anak- anak sedang belajar, sebelum bersiap untuk menyampaikan lagu Ibu Kita Kartini di salah satu sanggar belajar “Rumah Baca Sampun Maos” milik ibu Nikmat pada Sabtu (21/04). Ini merupakan salah satu bentuk kegiatan pembentukan karakter anak melalui pendidikan yang menyenangkan. Dok. Nurul

“Wanita adalah tiang negara, jika baik wanitanya maka baiklah negaranya dan jika rusak wanitanya maka rusak pula negaranya.” Kalimat tersebut termaktub dalam Hadist Riwayat Muslim.

Mendengar kalimat itu, disadari atau tidak peran wanita memang sangatlah besar. Bahkan negara menjadi taruhannya. Dari wanita lah nantinya akan lahir generasi-generasi penerus peradaban. Wanitalah yang merancang bagaimana sebuah peradaban itu akan dibangun.

Mari memandang fenomena saat ini, kids jaman now istilahnya. Sebagian anak-anak sudah pacaran, beberapa kecanduan gadget, dan yang lainnya bergaya dan berpenampilan layaknya orang-orang dewasa. Dari hal itu memang perlulah kembali melihat peran ibunya, seberapa jauh ibunya mendidik anak-anak mereka.

Sejak beberapa tahun silam, sebagian wanita Indonesia terlalu dilenakan terkait tren, seperti fanatisme berlebihan pada K-POP. Beberapa dari mereka jarang peduli lagi tentang lingkungan sosial, padahal sebenarnya ada banyak hal yang harus dipedulikan. Banyak pula yang harus di perjuangkan tapi justru lupa.

Wanita selalu memimpikan akan memiliki peradaban yang besar, bangsa yang besar dan sebagainya. Tapi jika wanitanya saja masih berleha-leha di depan laptop menonton film tanpa memikirkan sekitar, masih kurang bijak dalam menggunakan sosial media, mau dibawa kemana peradaban ini. Padahal waktu terus berputar, kehidupan terus berlanjut, kepemimpinan juga terus bergulir.

Dari keresahan itu pula, Minggu malam (22/04) sekitar pukul 19.30 WIB saya bertemu dengan Nurul Komariyah. Ia mahasiswa Polines yang saat ini menjabat sebagai deputi Kementrian Sosial Masyarakat dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik Negeri Semarang (Polines). Kami berbicang-bincang tentang kegiatan dua hari ini mengenai acara “Womens Discussion” pada Jumat (20/04) lalu dan juga mengenai “Aksi Damai Hari Kartini” pada Minggu (22/04). Dua acara itu sebagai bentuk pengingat akan perjuangan sosok Raden Adjeng Kartini, dimana perannya sebagai wadah penyalur edukasi bagi wanita. Dari perbincangan itu, kami sadar bahwa perempuan mempunyai peran yang cukup besar pada masanya sendiri-sendiri.

 

Peran Perempuan dari masa ke masa

Di Indonesia sendiri gerakan wanita ditandai dengan terbitnya surat-surat Kartini kepada Ratu Belanda tentang kebutuhan pendidikan pada kaum wanita. Dengan luas pemikirannya, ia memiliki keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, bukan hanya tentang emansipasi wanita saja namun juga dalam masalah sosial.

Berlanjut dari setelah perjuangan di era Kartini, yakni di era reformasi, organisasi gerakan perempuan merupakan organisasi yang pertama kali turun ke jalan di tahun 1998. Organisasi gerakan perempuan tidak hanya berperan menumbangkan rezim Orde Baru, tetapi juga berkontribusi membangun sistem demokrasi di era reformasi kini.

Selain itu ada pula Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, disingkat Koalisi Perempuan Indonesia. Berdiri pada 18 Mei 1998 oleh sekelompok perempuan aktivis di Jakarta, dengan dukungan 75 aktivis perempuan dari berbagai daerah yang menyetujui dibentuknya Koalisi Perempuan Indonesia. Aksi ini merupakan bagian dari gerakan reformasi menurunkan kepemimpinan Soeharto.

Kini setelah 20 tahun masa reformasi, peran perempuan pun berbeda pula. Sekarang salah satu perannya lebih ke pemberantasan pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan yang sedang marak.

“Janganlah berhenti bergerak sebelum waktunya untuk berhenti bergerak. Karena kalau kita berhenti padahal kita wanita adalah arsitek peradaban maka peradaban itu tidak akan pernah ada,” begitu ujar Nurul.

Selanjutnya kami melanjutkan obrolan kami mengenai peran wanita dalam pemberantasan pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan. Dalam  perbincangan kami, sebenarnya harus jelas penyebabnya ketika ada orang yang menyakiti wanita, apalagi menganggap wanita itu lemah. Jika mengalami hal tersebut, wanita berhak dan berwenang melindungi diri sendiri dari siapapun. Wanita bisa melaporkan ke pihak yang berwajib atau Komnas Perlindungan Perempuan dan sebagainya.

Disini wanita juga dapat mengambil peran ketika ada teman atau orang lain yang mengalami hal seperti demikian. Karena sebenarnya wanita yang mengalami hal tersebut butuh uluran tangan. Pelecehan seksual sejatinya tidak hanya terjadi karena perbuatan, namun perkataan juga dapat dikategorikan pelecehan seksual. Wanita harus berani membenahi orang yang melakukannya dan merangkul korbannya. Itulah pentingnya meningkatnya rasa kepedulian terhadap sesama. Jangan acuh tak acuh terhadap segala sesuatu yang ada di sekitar.

Diakhir perbincangan kami berdua, Nurul mengungkapkan harapannya agar bulan Kartini ini dapat membuat kita berpikir kembali bahwa apapun yang kita lakukan harus dapat bermanfaat. Apalagi menjadi wanita harus memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan, bangsa dan negara Indonesia, terlebih dalam peradaban dunia. Sadarlah bahwa wanita itu wajib untuk dijaga, karena wanita itu memiliki peran yang sangat besar terhadap peradaban.

 

Wahyu Sari

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *