Hasil Sidang Gugatan atas Tindakan Inkonsisten Panitia Pemira 2017

Sidang gugatan Pemilihan Raya (Pemira) 2017 yang berlangsung pada Minggu (9/4) di dalam forum Majelis Pemilihan Raya (MPR) telah menghasilkan keputusan. Surat gugatan dilayangkan oleh Tegar Priambudi mahasiswa Politeknik Negeri Semarang (Polines) Jurusan Teknik Elektro kepada Badan Pengawas Pemilihan Raya (BPPR) pada Rabu (7/4) untuk menggugat atas tindakan panitia Komisi Pemilihan Raya (KPR) 2017 yang terbukti membiarkan adanya mahasiswa yang menggunakan hak suara tanpa menunjukkan identitas diri sesuai peraturan yang telah ditetapkan pada Pemira yang berlangsung 5 April lalu.

Dalam waktu 2×24 jam setelah pemilihan, pihak penggugat meminta formulir gugatan kepada BPPR. “Benar ada yang meminta formulir gugatan kepada kami. Lalu pada 7 April sekitar jam 10 malam diserahkan. Malam itu pun kita berdiskusi apakah akan dinaikkan ke MPR atau tidak. Karena dirasa perlu, maka keputusan kami untuk dinaikkan ke sidang MPR,” terang Sandy Mukti selaku Ketua BPPR.

Pasalnya, di lapangan terdapat mahasiwa yang memilih hanya menggunakan absensi kelas, surat keterangan kehilangan Kartu Tanda Mahasiswaa (KTM) dari kepolisian dan kartu perpus pusat maupun jurusan. ”Ada mahasiswa yang menggunakan kartu asuransi, surat keterangan, absensi padahal dipedomannya menggunakan KTM sebagai identitas diri,” jelas Dwi Arifin selaku Ketua BPM 2016/2017.

 

Pengungkapan Bukti di Persidangan

Sesuai keterangan Kusnul Mu’arifah sebagai saksi yang terungkap dalam sidang MPR, yang menyatakan bahwa adanya mahasiwa yang menggunakan hak suaranya atas nama Kurniawan Ajie Prakasa dan Narendra Arif Novanto pada TPS Jurusan Teknik Elektro dan atas nama Aisyah Tiara Dewi pada TPS Jurusan Administrasi Bisnis yang dapat menggunakan hak suaranya tanpa menunjukkan bukti identitas diri, keterangan saksi dibuktikan dengan adanya pengakuan pada foto percakapan yang diajukan.

Keterangan BPPR 2017 yang memberi keterangan bahwa adanya mahasiswa yang menggunakan hak suaranya dengan menunjukkan kartu kehilangan KTM dari kepolisian sebagai pengganti identitas diri atas nama Aji Aristia pada TPS Jurusan Teknik Elektro, keterangan ini dibuktikan dengan adanya pengakuan pada foto percakapan yang diajukan dan bukti surat kehilangan.

Keterangan tergugat atas nama Julio Darmawan selaku anggota KPR 2017 yang memberikan keterangan adanya mahasiswa yang menggunakan hak suaranya hanya dengan menunjukkan absensi sebagai identitas diri pada TPS keliling di Jurusan Teknik Elektro.

Keterangn saksi 1 tergugat atas nama Prisla Rahma M.S selaku anggota P3 2017 yang memberikan keterangan adanya mahasiswa yangmenggunakan hak suaranya dengan menunjukkan surat kehilangan KTM dari kepolisian sebagai identitas diri pada TPS jurusan Teknik Elektro.

Dengan semua kejadian yang telah terbukti, oleh karena itu tergugat melayangkan dengan mempertanyakan peraturan yang telah dibuat dan disahkan oleh panitia Pemira 2017. “Adanya mahasiswa yang memilih tanpa menggunakan KTM. Padahal di aturannya tidak diperbolehkan,” ungkap Tegar Priambudi selaku penggugat.

Adanya peraturan yang dikeluarkan KPR 2017 yang berentuk SK NOMOR : 004/SK/KPR/2017 tentang “Petunjuk Teknis Penyelenggara Proses Pemungutan Suara di Tempat Pemungutan Suara Pemira Polines 2017” poin 8.a yang berisi “Meminta kepada pemilih untuk menunjukkan KTM atau kartu identitas sebagai mahasiswa Polines” yang bertentangan dengan ketetapan KPR NOMOR : 012/TAP/KPR/2017 tentang “Perubahan Petujuk Teknis (JUKNIS) PEMIRA Politeknik Negeri Semarang 2017” Bab IV Hak Pemilih, Pasal 3 Hak Pemilih Aktif yang berisi “Pada saat pelaksanaan Pemira Polines 2017 pemilih aktif melakukan pendaftaran di tempat pemungutan siara dengan cara menandatangi daftar pemilih yang telah disediakan dan apabila nama pemilih aktif tidak terdaftar pemiih aktif berhak menunjukkan kartu tanda mahasiswa (KTM) Polines yang masih berlaku, menuliskan identitas, dan tanda tangan di dalam daftar pemilih aktif.

Indah Purna Setiyowati selaku Wakil Ketua KPR 2017 menanggapi atas gugatan tersebut bahwa gugatan Pemira terjadi mungkin karena calonnya banyak, atmosfernya berbeda. “Akan tetapi itu bukan menjadi bumerang yang kita takutkan, tapi itulah Pemira. Kami legowo menerima. Karena dengan aganya penggugat yang ingin menyuarakan mahasiswa ya kami lebih berterimasih karena dengan begitu suara mahasiswa lebih bisa tersalurkan kepada kami walaupun harus melalui pihak penggugat,” tegas Indah.

 

Hasil Sidang

Mahkamah Pemilihan Raya 2017 memutuskan Komisi Pemilihan Raya 2017 untuk membuat permintaan maaf secara resmi baik lisan maupun tertulis kepada seluruh mahasiswa Politeknik Negeri Semarang atas sikap inkonsisten dalam pelaksanaan peraturan yang berlaku yang terjadi dalam pelaksanaan Pemilihan Raya 2017 melalui media sosial dan disampaikan saat Grand Closing Pemililah Raya 2017. Permintaan maaf secara tertulis dan diterbitkan maksimal 2×24 jam setelah Surat Keputusan Nomor 001/SK/MPR/2017 ditetapkan serta surat permintaan maaf ditandatangani oleh semua anggota Komisi Pemilihan Raya 2017.

“Untuk membuat acara yang sempurna tidak mudah. Oleh karena itu, saya mewakili panitia Pemira 2017 mengucapkan terimaksih banyak kepada seluruh mahasiswa Polines karena telah ikut berpartisipasi dalam serangkaian acara Pemira 2017 dan kami mohon maaf apabila kinerja kami dinilai kurang memuaskan. Semoga calon terpilih itulah yang terbaik untuk Polines,” pungkas Indah.

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *