MESKI MENGGANGGU, PEMBANGUNAN UNTUK MENUNJANG KEGIATAN AKADEMIK

Akhir tahun 2016 lalu, institusi Politeknik Negeri Semarang (Polines) telah melakukan pembangunan hingga perbaikan infrastuktur di berbagai lini kampus. Lingkup pembangunan sarana dan prasarana kampus ini meliputi pembangunan parkiran Tata Niaga (TN), perbaikan kamar mandi, pembuatan pembatas pada area parkir mobil di lapangan hitam TN, perbaikan kantin, perbaikan gedung auditorium hingga perbaikan gedung jurusan.

Pada dasarnya pembangunan memang bertujuan dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana kampus dalam menunjang kegiatan akademik mahasiswa. Namun, tak menampik pula bahwa pembangunan yang berlangsung saat jam perkuliahan membuat sebagian mahasiswa dan dosen tertanggu. Hal tersebut lantas membuat Eni Fiutrihana, mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis berpendapat, “Prosesnya cepet sih teritungnya. Tapi agak mengganggu ya prosesnya, kayak perbaikan auditorium suka glodak-glodak, berisik. Tapi ya gak papa lah, kan buat Polines lebih baik.”

Terkait dengan pembangunan, pendapat lain diutarakan oleh Frindi, mahasiswa Jurusan Teknik Mesin. Menurutnya, Polines masih perlu banyak perbaikan dan selama ini juga belum ada pembangunan di jurusannya. “Seperti kantin sipil juga kumuh perlu dirombak. Selain itu bangunan di Polines itu udah tua dan perlu dicat ulang agar terlihat lebih fresh,” tambahnya.

Selain pernyataan dari mahasiswa, pernyataan kembali diungkapkan oleh Moh. Haris selaku dosen Akuntansi. Ia berpendapat bahwa jika pembangunan harus mempunyai dasar filosofi yang jelas. “Tujuannya memang untuk memperbaiki. Kalau masalah teknisnya pada jam kuliah, dan itu membuat noisy. Itu jelas mengganggu. Bangun itu harus punya dasar filosofi, bukan hanya keliatan nggak bagus dan harus bagus tapi nggak punya filosofi. Ada banyak yang saya kira perlu dievaluasi. Jadi alurnya bangun itu harus jelas, masuk bahan dimana, orang proses dan teori dimana. Kalau sekarang campur aduk,” jelasnya.

Perencanaan dan Mekanisme

Dalam perencanaan dan pemutusan pembangunan infrastuktur, ada beberapa pihak yang terkait dalam hal tersebut, diantaranya Direktur, Wakil Direktur (Wadir) II yang menaungi bidang umum dan keuangan, Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan pihak jurusan. “Pak Direktur, saya, Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan pihak jurusan keliling. Pak Direktur menyampaikan prioritas mana dulu yang harus diperbaiki termasuk yang rusak daripada nunggu sampai parah baru diganti,” terang Noor Ardiansyah selaku Wadir II.

Menurut Ardiansyah, program pembangunan harus diprioritaskan pada fasilitas umum yang digunakan khalayak ramai, baik itu mahasiswa maupun dosen. Diantaranya parkiran, perbaikan lapangan, dan auditorium. “Selama ini kegiatan mahasiswa kan banyak di Ruang Serba Guna (RSG). Sekarang auditorium diperbaiki bisa dibuat 3 hall besar yang masing-masing punya AC, sound, lightning sendiri. Jadi kalau misal ada 3 Unit Kreatifitas Mahasiswa (UKM) melaksanakan kegiatan ya silakan, kan ada tutupnya sendir-sendiri. Jadi tidak begitu saling terganggu,” terang Ardiansyah.

Sebelum merealisasikan pembangunan, usulan pembangunan infrastruktur kampus harus berasal dari bawah. “Usulan harus dari bawah, yang tau kebutuhannya kan program studi (prodi) sama ketua laboratoriumnya, lalu sampai jurusan, baru kemudian jurusan mengusulkan,” terang Marsudi selaku dosen Teknik Sipil yang juga mewakili pihak ULP.

Dalam pelaksanaan proses pembangunannya sendiri, terdapat rangkaian proses yang dikerjakan. Marsudi memaparkan bahwa tahap dari proses tersebut antara lain perencanaan dan perumusan anggaran, pelelangan, kemudian setelah mendapatkan kontraktor, baru pelaksanaan diserahkan ke kontraktor.

Pendanaan

Dana pembangunan sendiri berasal dari saldo luncuran dan dana dari pemerintah. Saldo luncuran merupakan dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang melebihi realisasi pendapatan tahun kemaren. PNBP berasal dari pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan kerjasama seperti dengan PT Free Port, Alfamart, dan PLN.

Untuk dana PNBP sendiri dialokasikan pada pengadaan sarana prasarana pembelajaran dan laboratorium di setiap jurusan dan pembangunan fasilitas umum lainnya. “Di tahun ini digunakan untuk mengganti trafo teknik, mengganti panel, rehab auditorium, perbaikan pagar lapangan, pagar keliling, membeli mobil operasional untuk jurusan. Dari pusat juga ada pengadaan meubeller dan perbaikan kantin kodok,” terang Wadir II

Kemudian dana pemerintah berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (APBN BPOPTN). “Seperti TIK 5M itu dari pemerintah. Ada juga perawatan dan perbaikan fungsi bangunan kelas dan peralatan agar tetap jalan. Dananya dari APBN,” imbuhnya.

Setelah pendanaan, tahap selanjutnya yaitu proses pelelangan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kontraktor, alat, maupun material yang sesuai dengan ketentuan. Sejak tahun 2009/2010 pun, ULP Polines sudah menerapkan Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). LPSE merupakan sistem pengadaan barang atau jasa pemerintah yang dilaksanakan secara elektronik dengan memanfaatkan dukungan teknologi informasi. Melalui sistem ini, pelelangan dilakukan secara elektronik sehingga semua kontraktor bebas mendaftar. “Ada yang lelang alatnya dari luar kota, Surabaya. Kalo gedung dan parkiran sekarang dari Semarang. Darimanapun boleh. Kalau lelang kan kita bicara dokumen. Ada pengalaman kerja, personil, administrasinya, neraca, ketersedian alat, biaya terendah, dan metode kerjanya bagus,” terang Marsudi.

Sementara itu, Ardiansyah kembali menjelaskan bahwa pembangunan dan pengadaan dilakukan untuk menjaga kualitas layanan pendidikan. Hal tersebut terbukti dengan Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi (AIPT) Polines yang sudah reakreditasi, “Saat akreditasi acessor ngecek apakah fasilitas umum itu memadai untuk civitas akademika atau tidak,” tambahnya.

Diliput dan ditulis oleh:

Richa

Durrotun

Yurita

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *