Tabur Bunga dan Segel Gerbang Kantor DPRD, Massa Gelar Aksi Tolak RUU Penyiaran
Semarang, Dimensi (31/05) – Aliansi Jurnalis Jawa Tengah bersama Koalisi Masyarakat Sipil dan Aksi Kamisan Semarang menggelar aksi tolak draft Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran pada Kamis (30/05) lalu. Bertempat di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, aksi berlangsung sejak pukul 15.00-18.00 WIB. Adanya aksi ini sebagai bentuk penolakan atas disusunnya draft RUU Penyiaran yang dinilai mengancam kebebasan demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Beberapa pasal menunjukan multitafsir dan berpotensi untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik. Dalam serangkaian aksi, massa aksi turut melakukan tabur bunga dan menggembok gerbang gedung DPRD Jawa Tengah sebagai simbol atas terancamnya kebebasan pers dan demokrasi.
Cornel selaku pihak dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyampaikan bahwa latar belakang ditentangnya draft RUU Penyiaran ini karena upaya semena-mena dari pemerintah. “Pemerintah berupaya untuk membungkam tulisan kritis dari para jurnalis, sehingga perlu adanya perlawanan bersama agar demokrasi tidak mati,” sampai Cornel. Ia menambahkan pada dasarnya peran pers dan penyiaran sebagai alat yang vital bagi masyarakat untuk mengkaji hal-hal besar terkait penyelenggaraan kebijakan pemerintah. Akan tetapi, larangan investigasi dalam draft RUU Penyiaran pasal 50B ayat (2) menimbulkan dampak bagi aktivitas jurnalis dalam mengungkap kejahatan korupsi dan kriminalitas. “Laporan investigasi yang sering ditulis oleh rekan-rekan wartawan sangat membantu kerja LBH dalam mengungkap kebusukan sistematis dari suatu persoalan,” terangnya.
Sementara itu, Aliansi Jurnalis Jawa Tengah, Koalisi Masyarakat Sipil, dan Aksi Kamisan Semarang membawa enam tuntutan bagi pemerintah atas pasal-pasal yang bermasalah dalam draft RUU Penyiaran. Tuntutan tersebut diantaranya:
- Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik;
- Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi, dan penegakan hak asasi manusia;
- Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat;
- Membuka ruang-ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;
- Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi;
- Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.
Lebih lanjut terkait berjalannya aksi, menurut Cornel aksi tersebut berjalan dengan lancar meski tidak banyak aparat Kepolisian yang menjaga. “Mengherankan karena tidak ada aparat Kepolisian yang menjaga, biasanya kalau ada aksi bersama LBH banyak polisi yang menjaga,” ujar Cornel terkait keadaan aksi saat itu. Di samping itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan mengatakan bahwa apabila aksi ini tidak disambut baik oleh pihak-pihak yang dituju, maka perlawanan akan selalu dilanjutkan. “Perlawanan akan tetap dilakukan dengan berbagai cara, dengan berbagai kanal, hingga RUU tersebut tidak lagi ada,” pungkasnya.
tangkap mulyono
Mesin memang tidak bisa diatur, namun memiliki aturan tersendiri. PPM masih berjalan lancar tapi berjalan dibalik layar
Mesin memang tidak bisa diatur, namun tetap memiliki aturan tersendiri. PPM tetap berjalan namun dibalik layar
baguss lillll 👌
Font artikel lpm tipis banget, warnanya juga tidak hitam