Aksi “September Melawan”: Tuai Kekecewaan Demonstran

Semarang, Dimensi (09/09) – Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Jawa Tengah bersama Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Semarang Raya, mahasiswa umum, buruh, Kelompok Cipayung, serta elemen masyarakat lainnya, mengadakan aksi pada Kamis (08/09) dengan empat tuntutan utama. Bertajuk “September Melawan”, aksi tersebut dilaksanakan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah sejak pukul 10.00 WIB. Aksi berakhir pada pukul 17.54 WIB yang diwarnai dengan kericuhan beberapa demonstran akibat kekecewaan pada Koordinator Lapangan (Korlap) karena gagal membawa demonstran dalam satu komando suara.

Adapun empat tuntutan utama yang dibawa yaitu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih belum terselesaikan, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang belum mencapai titik terang, dan adanya kerajaan dalam lingkup Kepolisian Indonesia.

Mulyono selaku Koordinator Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), menyampaikan bahwa aksi-aksi yang telah dilakukan sebelumnya hingga sekarang ini belum mendapatkan hasil apapun. Khususnya dalam lingkup buruh, ia mengaku tuntutannya sejak awal dalam menolak upah minimum belum juga di realisasikan. “Aksi-aksi kemarin yang kita lakukan tidak menghasilkan apapun,” terangnya. Ditambah dengan adanya penghapusan subsidi yang berdampak pada kenaikan harga BBM, menurutnya akan semakin mencekik buruh, terutama buruh di pedesaan. “Semakin terjadi kesenjangan harga antara desa dan kota,” jelasnya.

Terkait persiapan aksi, Ricky selaku Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang, menjelaskan bahwa massa aksi yang datang dari 5 titik berjumlah banyak, pihaknya telah mempersiapkan 800 personil di sekitar lokasi. “Personil dimaksimalkan untuk mengamankan jalannya aksi dan masyarakat di Kota Semarang,” tuturnya.

Kemudian terkait berjalannya aksi, Gloria Oktaviani, salah satu demonstran dari Universitas Semarang (USM) menyampaikan kekecewaannya. Ia beranggapan bahwa mahasiswa terlalu banyak berbicara namun tidak mendapat hasil apapun. Menurutnya, dalam melaksanakan aksi seharusnya mahasiswa dapat menjaga kekondusifan dalam satu komando suara. “Harusnya satu komando, tetapi ada yang ingin masuk menemui pemerintah dan ada yang tidak,” ujarnya. Ditambah adanya amarah dari universitas lain yang menurutnya sebagai salah satu bentuk kegagalan aksi.

Menanggapi kericuhan yang ada, Arif Afrullah selaku Agigator asal Univesitas Negeri Semarang (Unnes), mewakili Korlap aksi yang sampai saat ini belum bisa dihubungi, menegaskan bahwasanya aksi tersebut tidak merupakan aksi turunan atau pesanan dari pusat. Aksi ini murni diinisiasi oleh Geram Jateng yang berkaca pada aksi sebelumnya dengan tetap menggunakan prinsip #MosiTidakPercaya dan hanya menyegel gedung Gubernur tidak sampai menemui parlemen. “Sesuai dengan kesepakatan dalam konsolidasi untuk sampai pada penyegelan gedung,” terangnya.

Terlepas dari kericuhan yang ada, Arif menambahkan meskipun masa aksi tidak dapat menyegel gedung karena dihalangi oleh pihak aparat, namun sempat terjadi mediasi. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa hasil mediasi yang berupa negosiasi antara pemerintah dan 30 orang saja tidak dapat merepresentasikan keseluruhan demonstran. Untuk itu, pihaknya menyebutkan akan ada aksi lanjutan setelah evaluasi dan konsolidasi internal diadakan. “Tentu akan ada aksi lanjutan,” pungkasnya.

(Tania, Mahesti)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *