Tradisi Weh-wehan, Ajarkan Saling Berbagi di Bulan Maulud

Tradisi weh-wehan dari Kalinwungu, Kendal
Dok. Reitha

Semarang, Dimensi (19/10) – Indonesia memiliki beragam tradisi yang sampai sekarang masih terus dijalankan. Tradisi tersebut memiliki ciri dan makna tersendiri di tiap daerahnya. Salah satunya ialah tradisi Weh-wehan yang berasal dari salah satu daerah di Jawa Tengah. Tepatnya, tradisi Weh-wehan ini dilakukan oleh warga Kaliwungu, Kendal dan sekitarnya, pada satu hari sebelum peringatan Hari Kelahiran Rasulullah Muhammad SAW, atau yang kerap disebut Maulid Nabi. Tradisi ini merupakan  tradisi berkeliling kampung halaman untuk menukarkan makanan dengan sanak tetangga, yang sekaligus sebagai momentum menyambung tali silaturahmi.

Menurut Yatno, salah satu pemuka agama di Kaliwungu, tradisi Weh-wehan bertujuan untuk merayakan kelahiran nabi dengan menerapkan akhlaq mulia yang dimiliki Rasulullah SAW. “Rasulullah adalah manusia penuh kesabaran yang berakhlaq mulia. Jadi, sebagai umat islam kita dilarang bersifat bahil atau pelit, sangat dianjurkan untuk saling menyayangi dan berbagi antar sesama,” ujar Yatno.

Uniknya, tradisi Weh-wehan memiliki makanan yang menjadi ciri khasnya,  yaitu sumpil. Sumpil  berasal dari beras yang dimasukkan ke dalam daun bambu berbentuk segitiga yang kemudian di masak. Setelah matang, sumpil biasanya dicicipi bersama cocolan sambal kelapa. Selain itu, ada pula  makanan yang paling dicari saat Weh-wehan tiba, yaitu tape ketan dan manisan. Sayangnya, saat ini masyarakat sudah jarang membuat makanan-makanan tersebut. “Sekarang sudah jarang yang buat, kemungkinan karena kesibukan masing-masing dan semarak weh-wehan kian menurun, akhirnya masyarakat lebih memilih menyiapkan makanan yang lebih mudah dibuat,” ucap Susi, salah satu ibu rumah tangga di daerah Kaliwungu.

Berbagai kegiatan yang dilaksanakan saat tradisi Weh-wehan tidak luput dari semarak dan semangat dari para remaja setempat. Salah satunya Soraya, remaja Kaliwung yang mengungkapkan bahwa kegiatannya saat tradisi Weh-wehan yaitu ikut serta dalam mempersiapkan makanan untuk dibagikan kepada tetangga sekitar. “Biasanya, pergi ke pasar membeli bahan baku yang nantinya akan dimasak dan disediakan untuk dibagikan kepada tetangga,” tutur Soraya. Ia juga mengungkapkan terkait kesannya mengikuti rangkaian tradisi Weh-wehan ini, ia mengaku senang dan bangga karena tradisi ini hanya ada di Kaliwungu.

Di akhir, Yatno mengungkapkan harapannya terhadap generasi muda supaya tetap melestarikan tradisi Weh-wehan untuk kedepannya. “Harapannya, para remaja bisa terus melestarikan tradisi ini dengan mengajak teman-teman yang lain untuk dapat ikut meramaikan. Tak lupa dapat mengikuti kegiatan berjanji di musala selama bulan Maulud,” pungkasnya. 

(Quinni)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai