Lebaran Virtual yang Menenangkan

Ilustrator : Zabrina

14 Mei 2021

Suara takbir bergema, seruan pujian kepada Sang Pencipta seakan-akan saling bersaut-sautan merayakan hari kemenangan di pagi nan cerah. Hari ini seluruh penduduk Desa Sukajaya tampak bersemangat menyambut hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Siapa yang tak bahagia apabila telah berhasil melewati serangkaian ibadah puasa dalam kurun waktu 30 hari untuk mencapai puncak hari kemenangan. Ibarat pepatah mengatakan ‘Siapa yang menanam, dia akan menuai’. Manusia telah menanam kebaikan sebelumnya dan hari ini mereka akan menuai hasil berupa janji Allah kembali pada fitrah.

Sama halnya dengan Rafi dan ayah, mereka berjalan beriringan selepas menunaikan salat Idul Fitri. Kedua tangan mereka saling bertaut dengan erat sambil sesekali menyapa para tetangga dari kejauhan.

“Dafa, bulek Lastri, om Heri, Minal Aidin wal Faizin mohon maaf lahir batin! Maafin Rafi sering manjat pagar buat ambil layangan ya!” teriak Rafi ke salah satu tetangganya yang sedang berdiri agak jauh di dalam pagar rumah mereka.

“Iya Rafi, Minal Aidin wal Faizin juga! Besok-besok kalau mau masuk bilang aja ya, jangan manjat! Nanti jatuh lagi,” jawab Bulek Lastri sambil tersenyum sembari melambaikan tangan ke arah Rafi.

Pandemi Covid-19 memang belum usai. Tapi pemerintah memberi kelonggaran dengan diperbolehkannya melakukan salat Idul Fitri berjamaah. Dengan tetap harus mematuhi protokol kesehatan yang ketat seperti jaga jarak dan memakai masker. Tradisi berjabat tangan pun belum diizinkan, jadi Rafi dan penduduk Desa Sukajaya harus bersilaturahmi tanpa bersalaman.

Beberapa menit setelahnya, Rafi dan ayah sampai di rumah lalu duduk di sofa ruang tamu. Biasanya sepulang salat Idul Fitri tradisi keluarga mereka yaitu saling meminta maaf. Namun, tahun ini terasa ada yang berbeda. Mereka terdiam merenungkan suasana yang mendadak sepi mencekam, hingga sebuah suara menembus keheningan.

“ayah, Rafi kangen Ibu.” Rafi tahu apa yang ia suarakan akan menambah kesedihan di ruang itu, namun ia tidak bisa memendam pikirannya lebih lama. Tiba-tiba Rafi merasakan kehangatan dari sang Ayah yang lebih memilih memeluk Rafi ketimbang menjawab pertanyaan tadi. Mungkin, sang Ayah juga merasakan hal yang sama. Ini merupakan lebaran kali pertama mereka tanpa ditemani Ibu. Meja ruang tamu yang biasanya penuh dengan makanan khas lebaran, kini hanya berisi satu kaleng roti, ketupat, lontong, beserta sayur pemberian tetangga pagi tadi.

Jika mengulik kilas balik satu bulan yang lalu, Ibu dinyatakan positif Covid-19. Meski sempat dirawat beberapa minggu, akhirnya Ibu menyerah karena penyakit hipertensi yang memperparah keadaan. Rafi masih ingat betul bagaimana Ibu berjanji akan membawanya membeli mainan lego dan robot karena Rafi sudah menuruti perintah Ibu untuk tetap di rumah saja. Namun, mungkin memang Ibu lebih baik ada di sisi Allah SWT bukan di sisi Rafi yang nakal sering meminta mainan ini.

Setelah mencoba ikhlas, entah kenapa hari lebaran kali ini terasa sangat berat. Seharusnya Ibu masih menyiapkan lontong opor dan sambal pedas yang sering membuat Rafi dan ayah kepedasan karena tidak suka pedas. Seharusnya Ibu masih memarahi ayah karena selalu makan lontong opor dengan soda. Seharusnya juga Ibu masih menyodorkan nastar buatannya ke Rafi sampai mulutnya penuh. Tapi hanya ada kata ‘seharusnya’ untuk sekarang.

Lama Rafi dan ayah berpelukan karena larut dalam pikiran, suara dering handphone terdengar memekakkan telinga. Mereka yang tanpa sadar menangis saat sedang berpelukan langsung bergegas menghapus air mata mereka. Di layar handphone tertera panggilan video dari tante Mira yang merupakan tante kesayangan Rafi karena sering memberi perhatian lebih semenjak Ibu tiada. Kemudian, ayah berjalan mengambil handphone yang ada di nakas. Sedangkan Rafi sedang sibuk mengatur ekspresi agar tidak ketahuan menangis karena ia sudah berjanji kepada tante Mira agar tidak menangis lagi.

“Assalamuaikum, Pakdhe, Rafi selamat hari Raya Idul Fitri ya,” sapa om Dharu setelah ayah mengangkat panggilan.

“Waalaikummussalam, Dharu, Mira. Gimana sehat lebaran ini?” jawab ayah dengan tersenyum lebar.

“Alhamdulillah sehat Pakdhe, mohon maaf lahir batin ya. Maaf kalau sekarang lebih sering memarahi Rafi,” ucap tante Mira menyauti di belakang om Dharu.

“Tidak apa-apa, biar Rafinya terkontrol. Pakdhe malah berterima kasih karena dibantu mengurus Rafi.” Rafi yang mendengar mereka sedang membicarakannya langsung bersemangat dan bergegas ikut menimbrung. Ia refleks mengambil ketupat yang ada di meja dan bergabung dengan ayah.

“Tante mampir ke rumah dong, Rafi punya ketupat nih,” ujar Rafi heboh sambil agak mendongak agar wajah dan ketupat ditangannya terlihat jelas oleh tantenya.

“Nanti kalau keadaan sudah mulai agak membaik, tante mampir ya nak. Sekarang Rafi belajar dulu yang giat jangan lupa berdoa buat Ibu. Kan Rafi sudah janji mau jadi anak pintar dan baik. Inget lego sama robot yang tante janjikan buat lebaran ini?” tanya tante Mira yang langsung dibalas anggukan dan lompatan heboh Rafi yang tidak sabar menunggu mainannya datang. Mereka semua langsung tertawa menyadari jika sangat mudah membujuk Rafi.

“Alhamdulillah, terima kasih Mira. Semoga kita semua sehat, dan tetap bisa menjaga silaturahmi meskipun harus secara virtual seperti ini,” ujar Ayah sebelum menutup panggilan video bersama tante Mira.

Setelah panggilan tersebut, ayah dan Rafi melanjutkan silaturahmi secara virtual dengan saudara-saudara yang lain. Rafi menyapa semua saudaranya dengan semangat seolah melupakan kesedihannya pagi tadi. Pada lebaran tahun ini, Rafi belajar banyak hal tentang kehidupan. Bagaimana ia ikhlas menjalani takdir yang telah ditetapkan, mencoba menerima keadaan walau tidak bisa saling bertemu langsung, dan yang paling penting mencoba hidup mandiri setelah Ibu tiada. Ia berharap Ibunya bangga melihat dirinya tumbuh sehat dan kuat meskipun terkadang masih menangis jika merindukan sang Ibu.

Oleh : Rizky Tania

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai