Duduk Dulu: Jangan Lupa Jadi Manusia
Oleh : Amanda Oktaviani
Judul Buku : Duduk Dulu
Penulis : Syahid Muhammad
Penyunting : Olive Hateem
Penerbit : Gradien Mediatama
Tebal Buku : 236 halaman
Tahun Terbit : 2021
ISBN : 978-602-208-194-4
“Terima kasih sudah berjuang sebaik ini, sudah bertahan sehebat ini. Terima kasih sudah berkenan mendengar jiwa butuh apa”. Kalimat itu adalah sekelumit ucapan dari penulis untuk diri yang menggambarkan betapa dalam isi buku ‘Duduk Dulu’ karya Syahid Muhammad.
Nama Bang iid, tak lagi asing di telinga kaum milenial saat ini. Ia kembali menghadirkan karya yang lebih hebat lagi. Yap! Buku terbitan bulan Januari 2021 itu memanggil semua kutu buku untuk menapaki diri lebih jauh lagi di awal tahun baru. Mengisahkan tentang diri yang seakan lupa untuk duduk dulu dan kembali menjadi manusia seutuhnya.
Pada halaman awal, pembaca akan dibuka dengan secercah untaian pengharapan dari penulis yang seakan tahu bahwa jiwa ini butuh pulang. Makna ‘pulang’ yang bukan lagi sekadar singgah atau rehat. Dalam lembarnya, penjelasan pulang yakni membawa bekal berupa beban pikiran yang sudah selayaknya ditaruh, kemudian duduk, dan berteman. Lalu mencoba mendengar bahwa jiwa sedang butuh apa.
Lagi-lagi setiap yang pulang adalah bagian dari mereka yang sedang hancur. 236 halaman penuh dari Buku ‘Duduk Dulu’ memang masih kurang untuk menganalogikan banyak hal. Dimulai dari diri yang hancur, seberkas cerita dari Nicolash, diri yang dahulu disakiti, lalu bangkit, dan ujungnya harus berteman dengan semua kebisingan-kebisingan yang ada.
Bang iid selalu membubuhkan kutipan menarik di akhir pembahasan, sehingga menjadikan pembaca bisa memposisikan dirinya untuk menjadi teman dari buku ‘Duduk Dulu’. Lebih dari itu, buku yang disunting oleh Olive Hateem ini tak hanya menceritakan diri sedang butuh apa, tapi juga diajarkan perihal mengerti bagaimana memahami jika semesta tidak hanya tentang dirimu dan juga masalahmu, ada orang lain juga di sana.
Penulisan cerita dikemas dengan sangat hangat bahkan pembaca terasa didekap erat, buku itu seperti punya nyawa. Di tengah bagian cerita, Bang iid kembali menggertak kita untuk sadar tentang apa-apa yang tidak bisa diusahakan, maka terimalah. Pada apa-apa tersebut ada hikmah dari setiap puingnya.
Sampai pada bagian akhir buku tersebut, Bang iid menorehkan kaca terakhirnya untuk sekadar mengingatkan pembaca bahwa jangan lupa untuk kembali ber-terimakasih pada diri yang telah berkenan untuk duduk dulu, Entah jadi teman duduk, ataupun untuk dapat rehat dari kebisingan sekitar.
Di balik kilas semua cerita, kekurangan buku terletak pada sub bab yang terkesan seperti diulang di sub bab berikutnya. Namun, secara keseluruhan novel ini recommended bagi kalangan mereka yang butuh teman cerita hanya dengan membacanya. Selain suguhan kata-katanya yang sarat makna, buku ‘Duduk Dulu’ akan melahirkan kembali pemikiran kita mengenai apresiasi diri dan mencintai diri sendiri.
tangkap mulyono
Mesin memang tidak bisa diatur, namun memiliki aturan tersendiri. PPM masih berjalan lancar tapi berjalan dibalik layar
Mesin memang tidak bisa diatur, namun tetap memiliki aturan tersendiri. PPM tetap berjalan namun dibalik layar
baguss lillll 👌
Font artikel lpm tipis banget, warnanya juga tidak hitam