Sengaja Tak Adakan Audiensi, Aksi RAJAM Pertama Tolak Mentah Omnibus Law

Barisan mahasiswa yang melakukan aksi long march menuju gedung DPRD.
Dok. Arizal

Semarang, DIMENSI (12/03)- Pada Rabu (11/03), ratusan massa yang terdiri dari kalangan buruh, pekerja dan mahasiswa, yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Jawa Tengah Melawan (RAJAM) melakukan Aksi Penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law. Bermaksud secara tegas menolak adanya pemberlakuan beberapa pasal Omnibus Law yang dirasa mengorbankan hak-hak buruh rakyat Indonesia. Aksi ini disiasati dengan melakukan long march dari Kampung Wisata Taman Lele menuju Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang dimulai pukul 08.30 WIB. Meskipun berlangsung hingga sore hari, massa aksi sepakat tidak adakan audiensi.

Anggota dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Seluruh Indonesia cabang Jawa Tengah (KASBI Jateng), Mulyono mengatakan bahwa gerakan penolakan pemberlakuan pasal Omnibus Law ini pantas untuk dikembangkan karena mengingat banyaknya ketimpangan yang telah dilakukan pengusaha terhadap kaum pekerja, terlebih pemerintah hanya mengabaikannya. “Sudah ada beberapa pasal Omnibus Law yang dijalankan, diantaranya adalah tidak diberikan cuti, upah di bawah dari batasan Upah Minimum Regional (UMR), sistem lembur tanpa upah, dan pemerintah hanya abai,” ungkap Mulyono.

Meskipun belum secara menyeluruh Omnibus Law diberlakukan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan perusahaan yang awalnya bertekad menjunjung tinggi harkat buruh terutama buruh wanita, akan berangsur-angsur memberlakukan pasal tersebut. “Di Perusahaan Garmen ini memang masih dianggap memenuhi hak-hak buruh, terutama buruh wanita dengan tetap memberikan hak cuti haid, melahirkan, dan gugur kandungan. Akan tetapi setelah lahirnya Omnibus Law bakal ada kemungkinan hak-hak yang sudah terpenuhi akan dihapus ataupun dikebiri,” ungkap Puji selaku Bendahara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) pada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Mengingat acuhnya pemerintah menanggapi hal tersebut, maka aksi penolakan Omnibus Law sengaja tidak dibarengi dengan audiensi, sebagai jawaban atas ketidakpercayaan rakyat terhadap DPRD atau gubernur dengan berkaca pada aksi reformasi yang dikorupsi bulan September lalu. “Audiensi tidak dilakukan, sebab kita melihat pada aksi ‘Reformasi Dikorupsi’ pada September itu, pemerintah hanya sebatas tanda tangan sebagai bagian dari apreasiasi tuntutan dari teman-teman,” ungkap Frans Napitu selaku Koordinator Lapangan Universitas Negeri Semarang. Meskipun saat di lapangan, sekitar pukul 11.00 WIB perwakilan dari KSBSI sudah ada yang melakukan audiensi dengan pihak DPRD, hal ini terjadi di luar kesepakatan. Frans menambahkan jika kesepakatannya yakni tidak ada pertemuan antara massa aksi dan juga DPRD. “Ketika konsolidasi, kami menyepakati bahwa tidak akan ada pertemuan, baik secara langsung maupun tidak langsung karena niat kami murni ingin menyampaikan ke media. Bagaimanapun juga DPRD dan gubernur tidak memiliki kekuatan besar untuk menggugat Omnibus Law,” ujar Frans.

Sebenarnya seruan aksi ini merupakan bagian dari “pemanasan” sebelum dilaksanakannya aksi puncak pada Senin (23/03) mendatang. Hal ini sejalan dengan pembahasan ketika dilakukannya konsolidasi pada Jumat (6/03) lalu yang mana aksi RAJAM akan dilakukan selama dua kali. “Aksi ini dirancang sebagai pemanasan supaya pada (23/03) bisa semakin memanas. Hari itu, bertepatan pula dengan rapat perdana masa reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga aksi akan dilakukan serentak se-Indonesia dan lebih besar lagi,” pungkas Frans.

KASBI Jateng berharap semoga masalah ini berangsur membaik dan pemerintah pun sadar bahwa Omnibus Law termasuk upaya penggembosan yang merugikan rakyat. “Mudah-mudahan segera membaik dan sadar bahwa ini merugikan rakyat utamanya buruh.” tutur Mulyono.
(Manda, Wahyu)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai