Kamu Gak Sendiri

Oleh: Wahyu Nurul Aini

Judul: Kamu gak Sendiri
Penulis: Syahid Muhammad
Penerbit: Gradien Mediatama
Tebal buku: 340 halaman
Tahun Terbit: Desember 2019
ISBN: 978-602-208-182-1

“Kita sudah cukup baik, membuat orang mengira kita baik-baik saja. Sekarang saatnya jujur, yang kecewa, yang lelah, yang gak tahu kapan harus istirahat, kamu boleh marah, boleh sendiri dulu, boleh kalau tiba-tiba pengen nangis, boleh banget perlu bantuan. Kamu gak harus terus baik-baik aja. Gapapa, gapapa. Terima, akui, lalu lepasin.”

Kutipan di atas sangat mewakili isi dari novel berjudul ‘Kamu Gak Sendiri’ ini. Benar jika kita seharusnya mencoba untuk menerima suatu hal, mengizinkan diri untuk jatuh dan mengakuinya, serta membiarkannya pergi.

Syahid Muhammad atau yang kerap disapa Bang Iid kembali melahirkan sebuah novel yang kali ini bergenre self improvement yang diangkat dari pengalamannya sendiri. Ia akui sejak kecil, dirinya menemui banyak keresahan seperti mudah tersinggung dan terkadang merasa tidak nyaman dengan keadaan dirinya. Pada awalnya, ia berpikir bahwa dirinya sendiri-lah yang hanya merasakan perasaan-perasaan semacam itu.

Sebagian besar isi novel ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan perasaan cemas, resah, adanya serangan panik, ketakutan yang besar, kondisi mental, perundungan, dan lainnya. Penulis ingin mengekspresikan apa saja yang dahulu menjadi keresahannya dan sulit sekali untuk melawan ‘rasa sakit’ itu. Hingga pada akhirnya, ia dapat memahami jika hal yang menjadi kecemasan dan ketakutan selayaknya dapat diolah menjadi sesuatu yang lebih baik ‘melalui medium yang tepat’.

Disajikan dalam urutan sub bab, membuat pembaca lebih mudah memahami isi dari novel tersebut. Hal yang membuat pembaca menjadi lebih terkesan ketika sampai pada bagian akhir cerita di masing-masing sub babnya adalah, terdapat pesan moral yang sengaja penulis sampaikan lewat kutipan dalam ceritanya. Contohnya pada sub bab berjudul ‘Menghadapi Marah’ disampaikan kutipan seperti berikut: “Aku selalu ingin bisa lebih besar dari rasa marahku sendiri. Maksudku, aku biarkan rasa marahku itu ada, tanpa perlu dikuasai olehnya. Aku berteman dengannya dan mempersilakannya duduk ataupun mendengar ceritanya. Akan kuhormati dia.” Menurutku itu adalah cara yang elegan untuk mengelola perasaan marah yang sesungguhnya.

Pada beberapa sub bab setelah bagian akhir cerita, penulis menyajikan satu halaman berbeda berwarna hitam. Isinya semacam kecemasan atau hal-hal yang mewakili gumaman dalam hati. Bisa berupa dialog, pertanyaan sederhana ataupun saran. Setelah membaca halaman tersebut, seolah kita dipersuasi oleh penulis sehingga mendapati ‘jawaban’ yang selayaknya dan tergerak untuk melakukannya. Pembaca mungkin akan berpikir ‘ah, benar juga!’ hingga kalbunya terenyuh.

Penulis tak selamanya menyajikan topik bahasan yang serius dan monoton. Ada sedikit bumbu humor yang disisipkan Bang Iid di beberapa sub babnya, sehingga pembaca sesekali dibuat tertawa. Beberapa pengetahuan tentang kesehatan mental juga diselipkan dalam novel ini seperti Quarter Life Crisis, Inner Child, Bipolar Syndrome, Generalized Anxiety Disorder, dan masih banyak lagi.

Tiga sub bab terakhir pada novel ini menurutku mempunyai porsi lebih dibandingkan lainnya. Topiknya berkaitan dengan proses terbentuknya diri dan peduli terhadap diri sendiri. Pada bagian akhir ditutup dengan puisi. Rasanya seperti ada energi yang Bang Iid transfer kepada pembaca hingga ingin sekali menitikkkan air mata selepas membaca hingga akhir. (aku sendiri)

Pada beberapa paragraf terdapat kalimat yang tidak efektif dan terkadang membingungkan pembaca, sehingga makna kalimat sulit tersampaikan. Namun, secara keseluruhan novel ini recommended, terutama bagi kalian yang sering mengalami gangguan kecemasan yang tak berkesudahan karena hal apa saja. Tambahannya, dalam novel ini juga dipaparkan supaya kita lebih menerima, mendengar, memperbaiki, dan mencintai diri kita sendiri apapun kondisinya.

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai