Nailul Farikhah : Jadi Santri Berprestasi, Why Not?

Sosok Nailul Farikhah
Dok. Pribadi

Religius dan berprestasi, dua kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Nailul Farikhah. Ia adalah mahasiswa tingkat pertama Politeknik Negeri Semarang jurusan Teknik Mesin yang berasal dari Demak. Di tengah kesibukan kuliah daring dan kegiatan pondok yang dijalani, mahasiswa kelahiran 10 April 2002 ini berhasil mencatatkan namanya sebagai peraih medali emas bidang kimia pada ajang Olimpiade Sains Mahasiswa (OSM) Tingkat Mahasiswa dan Guru se-Indonesia pada Minggu (20/12) lalu.

Nailul merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang lahir di Kudus. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Pilangrejo, ia sudah menyukai pelajaran tentang ilmu pengetahuan atau sains. Saat melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Wonosalam, Nailul berusaha mengikuti Olimpiade Sains tingkat Kabupaten. Namun usahanya belum memperoleh hasil yang ia inginkan dan gagal memperoleh juara. Hal tersebut tidak langsung membuat Nailul patah semangat.

Baru setelah menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Demak, Nailul mencoba kembali mengasah potensinya. Ia mulai bergabung dengan tim olimpiade kimia Madrasah Aliyah Negeri Demak. Dalam tim ini, ia berusaha keras untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Akhirnya berbagai prestasi berhasil diraih oleh Nailul, mulai dari Finalis Olimpiade Sains Nasional bidang kimia tingkat nasional tahun 2019, Juara 1 Kompetisi Sains Madrasah (KSM) bidang kimia tingkat kabupaten 2019, Juara 1 Walisongo Chemistry Olympiad tingkat Jawa Tengah & DIY tahun 2019, Juara 3 Olimpiade Kimia Universitas Negeri Semarang (UNNES) tingkat nasional tahun 2019, Juara harapan 1 Diponegoro Chemistry Olympiad tingkat nasional 2019, dan yang terbaru yaitu memperoleh medali emas Olimpiade Sains Mahasiswa (OSM) bidang kimia tingkat mahasiswa dan guru se-Indonesia pada tahun 2020.

Dibalik prestasi-prestasi yang dimilikinya, mahasiswa dari program studi Teknologi Rekayasa Pembangkit Energi ini juga merupakan santri di Pondok Pesantren Kyai Galang Sewu, Tembalang, Jawa Tengah. Kedua orangtuanya yang juga lulusan pesantren menjadi inspirasi Nailul untuk terus belajar agama. Aktivitas pondok dari pagi hingga malam ia lakukan sembari berkuliah. Dari pagi ia melaksanakan salat fardu berjamaah, dilanjutkan mengaji setelah subuh yaitu mengaji kitab tafsir dan mengaji Al Quran pagi dan siang. Siang hari aktivitas pondok kosong karena ada aktivitas perkuliahan. Dilanjutkan maghrib kegiatan salat fardu dan sunnah seperti salat mutlaq, salat hajat, dan salat witir. Penutup malam terdapat kegiatan mujahadah dan khataman Quran. Di sela-sela kegiatan tersebut ia bergantian dengan santri lain piket memasak atau menjaga warung. Menurutnya kegiatan agama di pondok yang padat tidak menghambatnya untuk terus belajar dan berprestasi, justru Nailul merasa lebih tenang walaupun belum bisa membagi waktu secara baik dan masih dalam proses adaptasi. “Saat menjelang lomba saya hanya tidur 4 jam, karena harus mengerjakan tugas kuliah dan latihan soal untuk persiapan lomba,” tutur Nailul.

Belajar kimia yang dianggap sulit bagi sebagian orang, justru dianggap mudah oleh Nailul. Menurutnya pada dasarnya semua ilmu itu sama karena semuanya juga dimulai dari nol, selanjutnya tergantung dari seberapa besar usaha dan seberapa tekun kita untuk mendalaminya. Nailul memiliki motto hidup yaitu “Do your best, Nothing impossible if you believe in Allah”, yang artinya lakukanlah yang terbaik, tidak ada yang tidak mungkin jika kita percaya kepada Allah. Nailul berpesan kepada kita bahwa manusia adalah tempatnya berusaha. ”Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha sebaik mungkin, mengenai hasil kita serahkan kepada Allah, karena Allah sebaik-baiknya perencana,” pungkas Nailul.

(Kru Magang : Inayatul, Ikhwan, Tania, dan Heni)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai