Lelucon Para Koruptor

Judul buku: Lelucon Para Koruptor
Penulis: Agus Noor
Penerbit: Diva Press
Tahun terbit: 2017
ISBN 978-602-391-472-2
Jumlah buku: 272 hlm

“Dengan tulus setulus-tulusnya, juga dengan segala kerendahan hati, saya mengakui, saya ini memang koruptor.” Ia kembali tersenyum, lalu bicara dengan bahasa lebih halus, “Inggih, leres, dalem punika koruptor. Iya, benar, saya ini koruptor. Koruptor lahir batin.”

Begitulah pengakuan dari seorang terdakwa kasus korupsi dalam cerpen ‘Koruptor Kita Tercinta’. seorang pemimpin yang sudah terlanjur dicintai dan dihormati. Dari awal masa jabatan, pejabat itu telah dinobatkan menjadi Man of the Year sebagai pejabat paling jujur. Tak anyal ketika ia menjadi terdakwa koruptor, ia memilih untuk menjadi koruptor yang berbudi luhur.

Selama proses persidangan, ia tak ditahan karena sangat kooperatif. Ia dianggap sebagai Justice collaborator yang baik. Ia juga disebut sebagai koruptor yang tidak munafik. “Membenci koruptor hanya akan menghabiskan energi bangsa ini. Lebih baik kita mulai memikirkan cara terbaik, bagaimana agar keahlian dan kepintaran kita dalam korupsi ini menjadi keunggulan bangsa,” begitu pandangannya yang blak-blakan semakin membuatnya disukai banyak orang.

Ia sering diundang menjadi pembicara seminar, talkshow, bahkan ia ditawari menjadi pemandu acara televisi yang diberi judul Corruptor Got Talent.

Lain lagi dengan cerita tentang Otok dalam cerpen ‘Lelucon Para Koruptor’. Otok merupakan penghuni jeruji besi baru karena terdakwa kasus korupsi. Awalnya, ia menggelisahkan kelanjutan hidup anak dan istrinya setelah mendapatkan vonis kurungan penjara dari hakim. Namun, yang lebih menggelisahkan adalah ia harus menyiapkan lelucon di pertemuan setiap Rabu malam. Itu merupakan pertemuan antar penghuni ‘apartemen’ (baca: ruang sel tahanan) dengan beragam jenis kasus dan masa hukuman yang berbeda. Makin lama masa hukuman, akan makin tinggi kehormatannya.

Jumlah yang dikorupsi juga menentukan martabat. “Makin banyak uang, makin terpandang dan disayang. Setidaknya, makin disayang para sipir penjara,” begitu leluconnya. “Saya tak bersalah. Terbukti saya tidak menerima satu rupiah pun, sebab yang saya terima dalam bentuk dolar,” timpal lelucon lainnya yang tak kalah mengejutkan.

Walaupun lelucon itu terlewat sederhana, Otok tetap tak bisa membuat lelucon. Leluconnya paling garing, bahkan dianggap lebih garing dari lelucon mantan hakim yang divonis seumur hidup itu. Tak ada yang ingin menertawakan leluconnya. Ketika akhirnya, Otok tahu mengapa semua tahanan tak tertawa mendengar leluconnya, ia merasa cemas. Lebih cemas ketika hakim membacakan vonis untuk dirinya dulu.

Dua penggalan cerpen di atas merupakan bagian dari sebuah antologi cerpen karya Agus Noor. Berjudul ‘Lelucon Para Koruptor’, buku ini ditulis oleh Seorang cerpenis dalam sastra kontemporer. Gaya penulisan ringan dan banyak lelucon yang sangat kocak, membuat pembacanya tak berhenti tertawa walaupun tema yang diangkat berdekatan dengan realita korupsi di negeri tercinta.

Antologi cerpen ini juga disertai dengan gambar-gambar komik yang kocak, sedikit mencekam, pembaca takkan hanya mendapatkan cerita-cerita para koruptor dalam ragam polahnya, tetapi sekaligus “pembolak-balikan akal sehat”, yang disebut sebagai cara menolak menjadi tolol dan munafik secara berjamaah.

Walaupun dalam salah satu cerita terdapat penyebutan tokoh yang cukup membingungkan, buku ini tetap recomended untuk dibaca. Saya sarankan untuk membaca secara runtut dari cerpen pertama sampai cerpen terakhir sesuai daftar isi. Hal ini karena beberapa cerita seperti ada kaitannya dengan cerpen-cerpen di halaman sebelumnya.

Farida umi

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai