Bidikmisi Akan Dicabut Jika Tak Tepat Sasaran

Penyerahan modul kajian revitalisasi Politeknik oleh Sekretaris Jenderal FKMPI kepada Direktur Pembinaan Kelembagaan Pendidikan Tinggi pada Senin (26/02) di ruang Gedung D lantai 7 Kemenristek Dikti, Senayan, Jakarta. Dok. FKMPI
Polines, DIMENSI (1/3) – Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Ditjen Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti) akan mencabut bidikmisi yang tak tepat sasaran dan akan menindak tegas Politeknik di Indonesia yang terbukti menyalahi aturan yang berlaku dalam proses pelaksanaan bidikmisi. Hal tersebut disampaikan oleh Didin Wahidin, direktur kemahasiswaan dari Ditjen Belmawa Kemenristek Dikti dalam audiensi bersama Forum Komunikasi Mahasiswa Politeknik Indonesia (FKMPI) nasional yang diwakili oleh 16 mahasiswa di ruang rapat Gedung D lantai 7 Kemenristek Dikti, Senayan, Jakarta pada Senin (26/02).
Kemenristek Dikti nantinya bekerja sama dengan FKMPI melakukan pendataan secara nasional terhadap mahasiswa yang dianggap mampu. “Nantinya kami akan kumpulkan ke nasional yang bakal disertai bukti. Kami yang bakal memberikan nama-nama tersebut ke Kemenristek Dikti. Setelahnya Dikti yang memutuskan berdasarkan butki-bukti yang dilampirkan,” ungkap M. Ihsan Kamil selaku sekretaris jenderal FKMPI. Namun mengenai waktu hal tersebut, Ihsan sendiri belum menentukan kapan akan direalisasikan. “Untuk waktunya belum kita tentukan entah periode ini atau dilanjutkan di periode selanjutnya, dimana periode ini sampai Mei,” lanjutnya.
Tak hanya itu, mengenai penindakan tegas terhadap Politeknik yang menyalahi aturan yang berlaku, Ihsan mengungkapkan bahwa berdasarkan audiensi, pihak Kemenristek Dikti akan mengurangi kuota penerima beasiswa di kampus tersebut jika terbukti salah.
Berdasarkan rilis audiensi dari FKMPI, sebelumnya FKMPI telah mengajukan tiga isu yang akan menjadi pokok audiensi, yakni mengenai program revitalisasi Politeknik, sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT), serta bidikmisi dan beasiswa lainnya di Politeknik. Namun dari ketiga isu tersebut, perihal sistem UKT di Politeknik tidak dapat tersampaikan karena FKMPI hanya dapat bertemu dengan Ditjen Belmawa dan Ditjen Kelembagaan, sedangkan UKT berada di bawah pengelolaan Biro Perencanaan.
Kemudian mengenai revitalisasi Politeknik, dalam audiensi tersebut dijelaskan bahwa program tersebut memiliki tujuan untuk memfokuskan kembali Politeknik. Namun di dalam program revitalisasi Politeknik terdapat dual system perkuliahan 3-2-1, dimana mahasiswa Politeknik akan mengikuti kegiatan perkuliahan di kampus hanya tiga semester, dilanjutkan magang industri selama dua semester dan satu semester terakhir untuk penyelesaian tugas akhir.
Politeknik Negeri Semarang (Polines) sendiri belum menerapkan revitalisasi Politeknik. Melainkan hanya di Politeknik yang ditunjuk oleh Kemenristek Dikti yang telah menerapkan program tersebut. Diantaranya, Politeknik Lhokseumawe, Politeknik Manufaktur Bandung, Politeknik Negeri Jember, Politeknik Batam, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Marine Semarang, Politeknik Negeri Ambon, Politeknik Negeri Malang, Politeknik Negeri Banjarmasin, Politeknik Pangkep, dan Politeknik Negeri Samarinda.
Adin Damar Hadi, mahasiwa jurusan Akuntansi berpendapat, “Itu semakin membatasi ruang gerak mahasiswa sendiri. Akan semakin terbatasi dengan sistem tiga dua satu. Otomatis hanya tiga semester untuk menikmati organisasi. Selanjutnya kita dua semester di industri. Kalaupun kita dua semester kita bolak-balik di organisasi, mungkin bisa, tapi berat. Kalau di industri kan pagi sampai sore. Setelah itu istirahat, besoknya lagi seperti itu. Kita melakukan rutinitas seperti robot, tidak ada diskusi dan semacamnya. Kalau seperti itu ya otak kita beku.”
Namun dalam audiensi tersebut, Totok Prasetyo selaku direktur pembinaan kelembagaan pendidikan tinggi Kemenristek Dikti menganggap bahwa dengan dilakukannya dual system tersebut tidak sama sekali mengganggu kegiatan kemahasiswaan. “Nantinya dengan tiga semester di kampus ormawa di tuntut untuk mempercepat kaderisasinya. Dikti beranggapan lama-kelamaan ormawa akan biasa dengan hal itu,” tutur Ihsan. (Redaksi)