Ketidakjelasan Perubahan Juknis dalam Pemira Daring 2020

Ketetapan Pemira Polines tentang Perubahan Juknis halaman pertama.

Polines, DIMENSI (24/07)- Pelaksanaan Pemilihan Raya (Pemira) yang berlangsung sejak Rabu (22/07) menemui beberapa ketidakselarasan dalam penyelenggaraannya. Tindak lanjut atas perubahan Petunjuk Teknis (Juknis) Pemira 2020 dalam Tap KPR No.017/TAP/KPR/2020 dirasa kurang tegas dalam penerapannya. Hal tersebut dilihat dari tidak adanya persetujuan kedua belah pihak, yaitu antara Komisi Pemilihan Raya (KPR) dengan Tim Sukses (Timses) masing-masing calon mengenai kapan total data hasil akhir perhitungan suara Pemira akan dikonfirmasikan.

Fikri Arif, timses nomor urut 2 membenarkan bahwa sebelumnya tidak ada persetujuan antara kedua belah pihak. “Sepanjang yang saya baca juknis tersebut tidak ada keterangan bahwa data hasil perolehan akan diberikan, sehingga belum ada persetujuan,” jelas Fikri. Sejalan dengan hal tersebut, Ezyh Dzikron sebagai Calon Wakil Presiden Mahasiswa (Cawapresma) paslon nomor urut 1 juga mengatakan bahwa KPR memang belum mengkonfirmasi kapan tanggal perhitungan suara akhir tersebut dilakukan. Menanggapi hal tersebut, Ahmad Afif selaku Ketua KPR mengatakan bahwa pihak KPR akan memberikan datanya secara daring. “Nantinya akan diberikan pada 29 Juli setelah acara selesai, maka KPR langsung memberikan konfirmasi kepada timses masing-masing,” ungkap Afif.

Sebenarnya Fikri pun tidak mempermasalahkan hasil perolehan suara yang akan diumumkan pada (29/07) mendatang. Hanya saja, ketidakterlibatan saksi dari masing-masing paslon dalam pengawasan di ruang server sangat disayangkan. Menyikapi hal tersebut, Timses Paslon nomor urut 2 mengajukan gugatan yang saat ini akan ditindaklanjuti oleh Badan Pengawas Pemilihan Raya (BPPR), hal tersebut terjadi sehari sebelum pelaksanaan Pemira Jurusan Teknik Mesin. “Jika dilihat dari juknis awal sebelum revisi, perwakilan saksi dari timses masing-masing paslon dapat melihat data di ruang server sehingga seharusnya ada satu saksi perwakilan timses yang dapat memantau,” papar Fikri.

Fikri mengungkapkan bahwa perubahan Juknis Pemira baru diterima H-2 sebelum Pemira dilaksanakan, sehingga belum dikomunikasikan secara jelas. Tanggapan terkait masalah tersebut, dari pihak KPR menjelaskan bahwa mereka tidak menghendaki kerumunan massa di ruang server. “Kami memang membatasi orang yang ada dalam ruang server, sehingga hanya yang berwenanglah yang dapat masuk guna mencegah penularan Covid-19,” jelas Afif. Menurut Fikri sendiri, alasan tersebut dirasa kurang kuat. “Kalau memang begitu kenapa Presma, Ketua BPM, dan perwakilan HMJ dilibatkan di ruang server. Seharusnya cukup penyelenggara Pemira saja,” ungkap Fikri. Lain dengan Ezyh sendiri menyatakan jika dirinya sudah percaya terhadap BPPR sebagai fungsi pengawasan dalam Pemira. Meskipun tidak ada informasi terkait keleluasaan perwakilan Timses Paslon 1 apabila ingin hadir.

Menyikapi berbagai permasalahan tersebut, Afif menjelaskan jika menurut jam piket maksimal adalah 10 orang dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Dengan demikian, tidak akan memungkinkan untuk mendatangkan semua timses dari masing-masing calon yang jumlahnya hampir 30 orang, ditambah dengan panitia penyelenggara yang sudah 10 orang. “Dalam hal ini timses tidak memungkinkan untuk terlibat secara langsung. Sehingga cara yang ditempuh yaitu dengan memberikan data kepada timses yang selanjutnya ditandatangani sebagai bentuk persetujuan,” jelas Afif. Tambahnya, apabila terdapat keberatan atas hasil tersebut, calon dapat menggugat kepada pihak BPPR setelah Pemira selesai dilaksanakan. “Karena di masa pandemi jadi mekanismenya bisa online dan untuk sistemnya akan kami informasikan lebih lanjut,” pungkas Afif.

Masalah perbedaan pendapat terkait kehadiran perwakilan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM), dan Presiden Mahasiswa (Presma) di ruang server juga dijelaskan Afif. Sesuai dengan ketetapan dalam juknis, timses dapat memantau pengawasan secara quick count. “Untuk masalah data dan verifikasi sudah cukup dari HMJ, KPR, BPM, BPPR, dan Presma untuk menyaksikan verifikasi data tersebut,” jelas Afif. Selain itu, Afif juga menambahkan keterangan bahwa kehadiran HMJ terkait karena menaungi Pemilihan Ketua Himpunan (Pilkahim), sama seperti Pemira yang dinaungi oleh BPM dan Presma. Oleh karena itu, HMJ perlu dilibatkan untuk menghilangkan kesalahpahaman dalam pengelolaan data. Mengingat pemilu dilakukan serentak dalam beberapa hari sehingga harus melibatkan HMJ yang bersangkutan.

Presma yang Behalangan Hadir
Disamping tidak diikutsertakannya timses masing-masing paslon, ternyata sejak kemarin (22/07) Presma berhalangan hadir. Mengingat kondisi yang seperti ini, KPR tidak menuntut adanya sanksi terhadap Presma. Padahal dalam juknis, Presma tercantum sebagai pengawas wajib. “Sejauh ini tidak ada teguran, saya selalu konfirmasi kepada KPR perihal ketidakhadiran saya beda jika saya tidak hadir dengan alasan mangkir atau tidak ada kabar sama sekali,” ungkap Fauzan Agus selaku Presma.

Berkaitan dengan hal tersebut, Afif mengkonfirmasi bahwa benar jika Presma tidak diberikan sanksi karena sudah meminta izin dan ketidakhadiran Presma disebabkan adanya acara yang tidak bisa ditinggalkan karena merupakan tanggung jawab besar bagi Presma “Mengenai sanksi dan teguran jika tidak izin akan kita beri secara tertulis, tetapi kalau sudah izin tidak apa-apa,” jelas Afif.

(Siti Nurhasanah, Suzanah)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai