Tuhan Maha Asyik

Judul: Tuhan Maha Asyik
Penulis: Sujiwo Tejo & DR. M.N. Kamba
Penyunting: Tofik Pram
Penerbit: Imania
Tebal buku: 245 halaman
Tahun Terbit: Cetakan IV April 2017
ISBN: 978-602-7926-29-5

“Asyik itu yang mengasyiki, Masyuk itu yang diasyiki. Jadi buku ini menyeret kita untuk mentawafi pengalaman Tuhan yang mengasyiki hamba-Nya. Kita menyangka kita juga mengasyiki-Nya, padahal aslinya yang asyik maupun yang masyuk adalah Ia sendiri.”
Kutipan di atas sangat mewakili isi dari buku yang berjudul “Tuhan Maha Asyik” ini. Tuhan yang dalam ke manapun kau memandang, maka di situlah ada wajah Tuhan.

Buku yang dibuka dengan suguhan lirik lagu “Nadian” karya Sujiwo Tejo dengan paduan prolog milik Mpu Jaya Prema yang dibuka dengan sekelumit kisah seorang Sanyasin (pendeta). Ia mengibaratkan Tuhan bisa di mana saja dan menjadi siapa saja.

Menyambung dari kisah Sanyasin, pembaca kemudian dibawa masuk melalui kisah-kisah lain yang dikemas dalam dialog polos ala dunia bocah. Sujiwo Tejo dan MN. Kamba mencoba untuk mengajak kita “bermain-main” memperkenalkan ke-Maha Asyikan Tuhan. Melalui peran tokoh Buchori, Kapitayan, Parwati, Christine, Samin, Dharma, dan Pangestu yang berlatar belakang hidupnya berbeda, menjadikan buku ini terkesan sederhana dengan kisah tujuh bocah sekolah dasar yang penuh canda dan keingintahuan lebih pada apa yang tidak diketahuinya.

Kesederhanaan itu juga kerap muncul pada judul bab yang dituangkan oleh Sujiwo Tejo dan rekannya seperti “Wayang”, “Cacing”, “Gincu” dan masih ada 25 judul bab lainnya dengan penamaan-penamaan sederhana pula. Perantara inilah yang di maksudkan penulis untuk mencoba mengenali Tuhan dengan cara yang lebih asyik. Sehingga dalam belajar mengenal Tuhan, pembaca tidak terlalu dipusingkan dengan hal-hal di luar pemahaman.

Buku dengan tebal 245 halaman ini juga membawa kita pada pengenalan Tuhan secara menyeluruh (holistik), yang sejatinya membutuhkan pengkajian dan pemahaman mendalam. Tuhan yang digambarkan dalam konteks universal, Tuhan yang absolut, Impersonal, Maha Berkehendak, Maha pembuat skenario, seperti layaknya tergambar dalam bab “Wayang(1)” yang dimana Tuhan sebagai dalang semesta dan manusia adalah wayangnya.

Di sini diceritakan pula bahwa Tuhan sangat asyik ketika Dia tidak kita kurung paksa dalam penamaan-penamaan dan pemaknaan-pemaknaan. Dia tak terdefinisikan, tak termaknakan. Namun, Dia ada sebelum definisi dan pemaknaan itu sendiri. Bab ini seolah-olah membawa kita untuk lebih mengenali Tuhan dengan anti mainstream. Pasalnya, Tuhan itu Maha Asyik ketika kita mentadabburi-Nya, bukan melogikakan-Nya.

Benar jika mengenali Tuhan bukan dengan logika. Seperti yang tercermin dalam dalam bab “Doa” milik Sujiwo Tejo ini, bahwa Tuhan dikata “Maha Menyusahkan” saat kita memandang takdir tidak sesuai keinginan. Hingga akhirnya beragama menjadi terkesan sulit dan berat. Padahal, di sini Tuhan mengajari kita untuk menjadikan doa sebagai jalan pegubah takdir. Lantaran masih ada takdir yang dapat diubah melalui doa dan usaha yang tak pernah lelah kita semogakan dalam setiap sujudnya.

Tidak cukup sampai di situ, setelah disajikan dengan beragam cara mengenali Tuhan dengan lebih asyik, buku ini langsung menyeret kita pada closing yang cukup menarik. Penulis menutupnya dengan mengembalikan Tuhan pada diri sendiri, yang berarti bahwa Tuhan itu memang dekat. Siapa yang mengenali dirinya niscaya mengenali Tuhan-nya. Begitu cukup dalam mengenali Tuhan pada diri masing-masing orang. Butuh pemakanaan yang lapang. Dengan begitu, buku ini sangat recommended untuk dinikmati semua kalangan, dikemas secara sederhana sekalipun serat makna, namun tidak serta merta mengurangi keunikan dari ceritanya. Selain itu, tulisan dalam buku ini kontekstual dengan kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya budaya spiritualnya.

(Manda Oktaviani)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai