Polemik SK terkait Pendaftar Calon BPM yang Kurang 

Polines, Dimensi (20/2) – menindaklanjuti kekurangan pendaftar calon anggota Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) masa kepengurusan 2020/2021, BPM selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Politeknik Negeri Semarang (Polines) mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pada Kamis (9/02) lalu. Terbitnya SK tersebut menimbulkan polemik tersendiri dalam KBM Polines, terutama bagi Organisasi Mahasiswa (Ormawa). Pasalnya, pengambilan keputusan dalam isi surat tersebut dirasa sepihak dan tidak mempertimbangkan keadaan Ormawa yang bersangkutan.

Terdapat beberapa poin penting yang perlu disoroti dalam SK Nomor: 04/TAP/PEMIRA/BPM/II/2020, yaitu:

  1. Denda sebesar Rp 75.000 bagi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dari jurusan yang calonnya masih kurang.
  2. Denda sebesar Rp 25.000 bagi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), berdasarkan keberadaan fungsionaris di UKM/LPM tersebut yang berasal dari jurusan yang calonnya masih kurang.

Ario Putro Wicaksono selaku Ketua UKM pengembangan Pengetahuan (PP) mengatakan bahwa ia keberatan dengan adanya denda tersebut. Ia merasa BPM tidak adil dalam memberikan sanksi terhadap Ormawa. “Dari jurusan Sipil itu kurang 3 orang, sedangkan di kepengurusan UKM PP tahun ini dari jurusan sipil cuma 1 orang. Masak iya 1 orang disuruh membayar untuk kekurangan 3 orang itu,” ungkap Ario.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ferry Kurniawan, Ketua UKM Kewirausahaan. Ia merasa sanksi yang diberikan kurang efektif. Ia juga mengungkapkan bahwa ia tidak bisa memaksa anggotanya untuk ikut mendaftar menjadi calon anggota BPM tersebut. “Kalaupun dipaksakan hanya untuk memenuhi kuota malah nanti hasilnya kurang maksimal ketika dalam berorganisasi karena itu bukan karena kemauan sendiri,” jelasnya.

Hal berbeda diungkapkan oleh Arsyan selaku Ketua UKM Racana Pandawa. Ia merasa pemberian sanksi itu sudah tepat karena dinilai mampu mengajak semua KBM Polines untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam pencalonan anggota BPM. Namun, ia menyayangkan terkait pemberian sanksi denda yang dibebankan terhadap seluruh Ormawa. “Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pertama hanya dibahas rencana penerbitan SK-nya saja, tidak dikhususkan isinya. Sehingga dari kami pun kebanyakan terkejut dengan dikeluarkannya SK tersebut,” jelas Arsyan.

Tak lain halnya dengan Fikri Arif selaku Ketua UKM Jazirah, Fikri menjelaskan bahwa saat RDP pertama dalam pelaksanaan Pemilihan Raya (Pemira), BPM belum membuat adanya komitmen terkait kesepakatan antar Ormawa bahwa jika calonnya belum terpenuhi akan berlaku sistem denda. “Mungkin benar kalau BPM selaku ormawa tertinggi berhak mengambil sikap dalam memutuskan. Hanya saja diperlukan adanya kesepakatan bersama terkait sanksi serta nominal denda.” Ungkap Fikri.

Menanggapi hal tersebut, Faishal Ali selaku ketua BPM mengungkapkan bahwa dalam penyampaian dasar SK tersebut sudah dikoordinasikan secara jelas untuk arahannya. Walaupun ia juga mengakui bahwa untuk isi SK itu sendiri memang tidak dikomunikasikan secara langsung. Ia menilai bahwa keluarnya SK memang bersifat otoritas dari ketua. “Karena menurutku SK keluar itu memang otoritas dari BPM terutama dari ketua,” tambah Faishal. Selain itu, Faishal menjelaskan bahwa penetapan denda merupakan pertimbangan internal BPM bersama KPR, termasuk juga penentuan nominalnya. “Ya bagaimanapun juga kalau menurut saya sih, kita harus menempatkan diri sesuai porsinya. Kalau di sini kita sebagai orang yang memberi sanksi kan akan sangat lucu ketika kita membahasnya bersama orang yang akan dikenai. Apalagi yang berkaitan dengan nominal itu sangat krusial,” ungkapnya.

Perbaruan SK

Setelah kembali mempertimbangkan, akhirnya BPM mengeluarkan SK terbaru untuk memperbarui SK yang diterbitkan sebelumnya. Terdapat 3 poin yang menjadi sorotan dalam SK Nomor: 05/TAP/PEMIRA/BPM/II/2020. Diantaranya yaitu:

(2) Denda sebesar Rp 25.000 kepada ormawa lain selain Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) berdasarkan keberadaan fungsionaris di UKM/LPM tersebut yang berasal dari jurusan yang calonnya masih kurang.
(3) Keberadaan fungsionaris Ormawa dari jurusan tersebut sebagaimana disebutkan dalam poin nomor (2) jumlahnya minimal 7 orang.
(5) Ormawa yang fungsionarisnya mencalonkan diri sebagai anggota BPM minimal satu orang (dari jurusan apapun) akan dibebaskan dari sanksi tersebut.

Mengenai keberlanjutan dana yang terkumpul dari hasil sanksi tersebut, Afif Fahrudin selaku ketua Komisi Pemilihan Raya (KPR) mengatakan bahwa dana tersebut akan digunakan untuk peningkatan kualitas Pemira. “BPM sudah memberikan itu kepada kami untuk peningkatan kualitas Pemira. Baik dari segi acara maupun administrasinya,” jelasnya. Ia juga menjelaskan pemberian sanksi ini bukan semata-mata untuk menambah pemasukan, tapi untuk meningkatkan kedisiplinan.

(Umi Farida)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai