Aksi Kedua Dilaksanakan, Massa Aksi Robohkan Gerbang Gubernuran

Massa aksi menaiki gerbang gubernuran. Dok. Tim foto

Semarang, DIMENSI (24/9) – Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Semarang Raya menggelar aksi yang kedua kalinya di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Selasa (24/9). Aksi tersebut dilakukan atas dasar bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah khususnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasalnya, ada beberapa hal yang menjadi akar dari aksi tersebut antara lain disahkannya Rancangan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK), upaya revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat, serta masih banyak RUU lainnya yang dianggap kurang tepat.

Sebelumnya aksi penolakan RUU KPK telah dilaksanakan pada Selasa (17/9), tetapi tidak ada tanggapan dari pemerintah. Bahkan pemerintah sudah mengesahkan UU KPK. Perjuangan mahasiswa pun tidak sampai di situ, untuk yang kedua kalinya mahasiswa melakukan aksi atas penolakan UU KPK yang telah disahkan oleh Presiden. Hal ini karena UU KPK dianggap lebih memihak kepada koruptor. Selain itu, pemimpin KPK yang bermasalah dianggap melemahkan KPK, padahal pemberantasan korupsi selama ini dianggap sebagai amanat dari sebuah reformasi.

Kronologi Terjadinya Aksi (24 September 2019)
Massa berbondong-bondong menuju ke depan gedung Gubernur Jawa Tengah. Mereka datang dari masing-masing perwakilan perguruan tinggi yang sebelumnya telah hadir dalam konsolidasi pada (22/9) di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo. Aksi serentak dilaksanakan di Semarang pada hari ini dimulai pukul 09.00 WIB dengan titik kumpul berada di Patung Kuda Undip Pleburan. Cornel Gea selaku koordinator aksi ini menjelaskan bahwa kurang lebih ada sejumlah 20 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang terlibat dalam aksi hari ini. Adapula massa aksi yang datang dari luar kota seperti Kota Salatiga, Demak, dan perwakilan mahasiswa dari Universitas Negeri Soedirman (Unsoed) serta ada beberapa masyarakat sipil, akademisi, kalangan buruh bahkan turut serta mengawal aksi kali ini hingga selesai. “Kurang lebih ada 3000-an massa yang datang,” jelas Cornel.

Massa aksi dengan lantang menyampaikan orasi dalam rangka menyuarakan tuntutan mereka terhadap Pemerintah. Orasi yang dibawakan terkait keresahan masyarakat tentang kinerja DPR dan pertanggunggjawabannya kepada rakyat dalam fungsi legislatifnya. Ungkapan tersebut dituangkan dalam mosi tidak percaya, yang merupakan tuntutan kembali atas disahkannya UU KPK yang dianggap tidak mempertimbangkan suara rakyat. Selain itu, masalah mengenai RUKHP pun belum usai sehingga masih tertunda pengesahannya disertai pasal-pasal karet lain.

Salah satu massa aksi, Comal, mengatakan bahwa mereka turun ke jalan untuk mengungkapkan aspirasi dari rakyat. Aksi tersebut dilakukan dalam upaya agar revisi RKUHP dibatalkan dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dikeluarkan untuk menggantikan UU KPK, serta segera disahkannya RUU PKS. “Kita di sini bersama teman-teman dengan kesadaran dan rasa solidaritas yang tinggi, kita menuntut kepada DPRD yang ada di Jawa Tengah untuk menyampaikan aspirasi kita kepada DPR Pusat,” jelas Comal.

Respons dari Wakil Rakyat Tingkat Provinsi
Kira-kira hingga sekitar pukul 12.00 WIB tidak ada respons dari pemerintah setelah massa aksi menunggu kurang lebih selama 3 jam. Kemudian mereka memberontak dengan mendorong paksa gerbang kantor Gubernur Jawa Tengah hingga mengakibatkan robohnya gerbang. Hal itulah yang pada akhirnya membuat Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo keluar untuk menemui massa, setelah sebelumnya dibuka prolog dari Kapolda Jateng.

Senyum terpancar di wajah Ganjar Pranowo ketika menaiki mobil pick-up massa sambil memberikan beberapa tutur kata untuk meredam emosi massa. “Saya terbuka dan menyetujui, yang terpenting dilakukan dengan tertib. Monggo semua disampaikan ke kami selaku perwakilan dari daerah. Nantinya akan kami sampaikan ke pemerintah,” ungkapnya. Beliau juga menambahkan tawaran untuk berdiskusi dengan beberapa perwakilan mahasiswa secara baik-baik di dalam ruangan untuk menyampaikan aspirasinya secara terbuka agar bisa didengar dengan baik. Namun hal tersebut tidak disetujui oleh massa aksi, di mana mereka menginginkan agar aspirasi tidak didiskusikan di dalam ruangan, tetapi disampaikan di lapangan dengan disaksikan masyarakat.

Cornel dengan sigap membacakan secarik kertas berisi Press Release tuntutan hasil konsolidasi yang isinya:
1. Menuntut DPR Republik Indonesia (RI) untuk mencabut draf RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan dan mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU Masyarakat Adat.
2. Menuntut presiden untuk mengeluarkan Perpu tentang pencabutan UU KPK dan UU Sumber Daya Air.
3. Menuntut Presiden untuk memberikan sanksi tegas kepada korporasi pembakar hutan
4. Menuntut Kepolisian RI, untuk membebaskan dan menghentikan kriminalitas Aktuvis Papua, Pejuang HAM, dan bertanggung jawab atas pemulihan nama baik setiap aktivis serta menghentikan segala intimidasi terhadap masyarakat Papua.
5. Menuntut kepada pemerintah untuk menjamin terlaksananya pemberian jasa layanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang baik dengan skema pembiayaan yang ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah sebagai lembaga yang berkewajiban untuk memenuhi hak atas kesehatan kepada seluruh rakyat Indonesia.
6. Menuntut pemerintah untuk usut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu.
7. Menuntut pemerintah mewujudkan pendidikan yang demokratis dan gratis serta transparan dalam keuangannya untuk menghentikan komersialisasi pendidikan yang mengakibatkan akses pendidikan semakin sulit diperoleh oleh seluruh rakyat Indonesia. Meningkatkan kesejahteraan guru honorer dan mengangkat guru honorer golongan K2 menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) / Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan memoratorium kebijakan Pendidikan Profesi Guru (PPG) bagi lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK).

Kemudian hasil Press Release tersebut dapat diterima dan ditandatangani saat itu juga oleh tiga perwakilan pemerintah di atas mobil pick-up milik mahasiswa Aliansi Semarang Raya. Pertama, Sukirman selaku Wakil DPRD Jateng, Kedua, Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jateng, dan Ketiga, Abiyoso Seno Aji selaku Kepala Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Semarang. Tanda tangan tersebut juga dibubuhi materai. Dari pihak pemerintah, menuturkan bahwa mereka berkomitmen agar menyampaikan aspirasi rakyat hingga ke pusat. “Kami berupaya untuk menyampaikan aspirasi rakyat sampai ke pusat,” tutur Ganjar.

Sementara Cornel menanggapi apabila tidak ada tindakan lebih lanjut terkait press release yang diajukan hingga pada waktu pelantikan presiden, mereka berkomitmen untuk membawa lima kali lipat massa aksi untuk turun ke jalan. “Jika sampai pelantikan presiden, dan aspirasi rakyat tidak dipenuhi maka kami juga punya komitmen membawa lima kali lipat massa turun bahkan ke Jakarta untuk menuntut Jokowi membela kedaulatan rakyat,” jelas Cornel. (Tim Reporter)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai