Liku Permasalahan Sebelum Pemira

Panitia sedang mengatur jalannya kampanye di jurusan Administrasi Bisnis pada Senin (19/03) di Kantin Tata Niaga. Dok. Arizal

Polines, Dimensi (21/3) – Komisi Pemilihan Raya (KPR) telah  melaksanakan agenda grand opening pada Senin (19/3) di Kantin Tata Niaga Polines lalu. Dalam acara tersebut selain membuka serangkaian acara pemilihan raya (pemira), juga sebagai agenda mengumumkan dan memperkenalkan secara langsung 26 calon anggota Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) dan satu pasangan calon presiden mahasiswa (presma) & wakil presiden mahasiswa (wapresma).

Pelaksanaan grand opening sendiri memang mundur dari rencana awal yang sebelumnya direncakan pada Senin (12/3) lalu. Sebelum grand opening dilaksanakan ternyata terdapat permasalahan yang terjadi dalam pemira. Diantaranya pemangkasan jalur pendaftaran calon anggota BPM yang menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa hingga terjadi krisis calon pemimpin di lingkup KBM.

Polines Krisis Calon Pemimpin di lingkup KBM

Sebelum ditetapkannya calon tetap anggota BPM serta presma dan wapresma pada grand opening pemira, hanya terdapat satu pasang calon presma dan wapresma dan  16 calon anggota BPM. Jumlah tersebut saat itu pun belum memenuhi kuota minimal anggota BPM dan juga terdapat salah satu jurusan yang tak mengirimkan wakilnya untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota BPM. Untuk mengatasi hal tersebut, maka BPM mengundang perwakilan organisasi mahasiswa (ormawa) untuk meminta pertimbangan keputusan lebih lanjut. Kemudian hasilnya disetujuilah untuk perpanjangan lanjutan pendaftaran calon anggota BPM yang selanjutnya ditetapkanlah surat keputusan nomor: 005/TAP/PEMIRA/BPM/III/2018 untuk pendaftaran lanjutan selama tiga hari.

Minat mahasiswa Polines untuk menjadi pemimpin di tingkat KBM, khususnya BPM dan presma serta wapresma pun terbilang masih kurang. Padahal KPR telah melakukan perpanjangan perpanjangan calon hingga dua kali. Hal tersebut dapat dilihat pada saat pembukaan pendaftaran calon anggota BPM yang pertama, kuota minimal masih belum bisa terpenuhi. Hingga akhirnya berdasarkan Surat Keputusan BPM, KPR menetapkan ketetapan No. 011/TAP/KPR/2018 tentang pendaftaran lanjutan calon anggota BPM (yang kedua), barulah kuota tersebut terpenuhi.

Melalui pendaftaran lanjutan calon anggota BPM itulah didapatkan tambahan untuk calon anggota BPM yang awalnya 16 menjadi 26 orang calon. Jadi terdapat penambahan calon pendaftar dari jurusan Teknik Elektro satu orang, jurusan Teknik Sipil tiga orang dan jurusan Administrasi Bisnis enam orang. Namun, untuk capresma dan wapresma sendiri pun  meski telah dibuka pendaftaran juga, masih terdapat satu pasang calon saja yang mendaftar.

Dhita Asyanti selaku ketua KPR 2016 pun menanggapi jika dirinya lebih memberatkan dengan adanya sanksi agar tidak terjadi hal seperti yang telah dijelaskan di atas. Menurutnya, karena sanksi berarti suatu kewajiban, meski memang demokrasi itu bagus karena sukarela. “Tapi di Polines sendiri, kesadaran untuk berdemokrasi saya rasa masih kurang. Terbukti dengan adanya kekurangan calon seperti ini,” pungkas Dhita.

UU Pemira sendiri dibuat sebelum KPR terbentuk yang melibatkan seluruh ormawa. Rijal selaku ketua KPR mengungkapkan jika  untuk tahun ini memang sangat menekan unsur demokrasi. Artinya tidak ada unsur paksaan untuk mendaftar. “Jadi kami tidak bisa sewenang-wenang memberi sanksi ormawa yang tidak mendelegasikan,” ungkap Rijal.

Dia juga menyampaikan jika beberapa waktu lalu telah melakukan rapat dengar pendapat. Dalam rapat tersebut pun banyak yang mengusulkan adanya sanksi. “Jadi kami sebagai panitia pun tidak bisa sewenang-wenang apalagi dalam hal yang riskan dan bukan ranah KPR. Karena ranah KPR kan hanya menjalankan teknis dari pemira sendiri. Sistem kita bisa menetapkan tapi tetap meminta pertimbangan dari ormawa,” pungkas Rijal.

Berbagai Alasan Mahasiswa Tidak Mencalonkan Diri

Supranti mahasiswa jurusan Akuntansi tingkat dua prodi D3-Akuntansi yang juga aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Akuntansi serta Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kopma menyatakan bahwa nantinya dia ingin lebih fokus pada magang dan tugas akhir. Dia juga menyatakan bahwa sedikitnya mahasiswa yang tertarik menjadi calon anggota BPM dikarenakan peran BPM kurang bersosialisasi dengan mahasiswa umum. “Entah karena ketidakpahamanku tapi ini juga yang dipikirkan mahasiswa umum. Menurutku BPM perannya kurang mengena buat mahasiswa maupun masyarakat juga, jadi dari mahasiswa sendiri sulit untuk tertarik karena seakan tidak ada yang tahu kinerja (BPM) selama ini seperti apa,” tutur Supranti.

Sedangkan pendapat berbeda diungkapkan oleh Islamiati Saputri mahasiswa tingkat dua jurusan Akuntansi. Dia mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya memiliki keinginan menjadi pemimpin. “Merasa kurang memiliki jiwa kepemimpinan dan juga saya ini belum berani menjadi anggota BPM karena merasa pengalaman oraganisasi yang masih kurang. Sebenarnya keinginan untuk menjadi pemimpin itu ada dari dalam diri sendiri. Tapi kesananya belum, belum berani keluar dari zona nyaman,” ungkap Islamiati.

Berbeda dengan Supranti dan Islamiati, justru Ratna mahasiswa jurusan Akuntansi tingkat satu menyatakan bahwa dirinya ingin mengabdi terlebih dahulu pada tingkat jurusan melalui aktif dalam organisasi HMJ. Baru setelah itu, dirinya akan ikut serta dalam organisasi yang lebih tinggi tingkatnya setelah mendapat pengalaman dan ilmu dari organisasi HMJ tersebut.

Pemangkasan Jalur Pendaftaran BPM Jadi Masalah?

Mengenai jalur pendaftaran calon anggota BPM yang diperingkas menjadi satu jalur juga menuai tanggapan dari mahasiswa. Ada yang setuju mengenai peringkasan jalur tersebut, namun ada pula yang menganggap bahwa peringkasan jalur pendaftaran itu justru menjadi salah satu penyebab pemira tahun ini kekurangan calon, sehingga harus dilakukan perpanjangan pendaftaran calon berulang.

Sebagaimana diungkapkan oleh Alif mahasiswa jurusan Teknik Sipil tingkat tiga, dia menjelaskan bahwa pemangkasan jalur pendaftaran BPM justru akan berimbas pada anggota ormawa yang sudah berantusias untuk mencalonkan diri sebagai anggota BPM. Dia juga berpendapat bahwa jalur jurusan membuat minat dari anggota UKM yang ingin mencalonkan diri menjadi calon anggota BPM berkurang. “Dengan kebijakan baru ini jujur menyusahkan teman-teman dari UKM, belum lagi muncul anggapan dari teman-teman ormawa bahwa mereka tidak dibutuhkan lagi. Itu mengurangi minat partisipsi aktif dari ormawa dan mahasiswa umum. Padahal harusnya KBM polines ini representasi dari mahasiswa keseluruhan. Kalau mereka dibatasi hanya dari jalur jurusan, ya mohon maaf kalau jurusan di Polines belum bisa mengguyubkan semua anggota jurusannya,” ujar Alif.

Menanggapi hal itu ketua KPR Polines 2018, Ahmad Rijal Firdaus menerangkan bahwa pemangkasan jalur pendaftaran calon anggota BPM secara teknis tidak berpengaruh pada sedikitnya mahasiswa yang mencalonkan diri menjadi anggota BPM. Dirinya menerangkan justru dengan diadakannya satu jalur pendaftaran yaitu jalur jurusan dapat mencangkup tiga jalur yang sebelumnya. Pihak KPR juga mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi secara maksimal melalui kunjungan jurusan, ormawa ataupun sosial media. Bahkan pihaknya juga melakukan sosialisasi secara face to face agar mahasiswa memahami akan perubahan sistem yang dilaksanakan sekarang.

“Jalur independen maupun jalur UKM, mahasiswa, ormawa bisa mendaftar namun tetap atas nama jurusan. Begitu pula dengan mahasiswa independen yang tidak mengikuti ormawa atau HMJ boleh mendaftar dengan atas nama jurusan,” ungkap Rijal.

Sementara itu, Bagas Saputro sebagai presma periode 2016/2017 angkat bicara. Dia melihat perubahan kebijakan pemangkasan jalur tersebut dari segi positif dan negatif. Dia menyatakan bahwa, jika hanya ada satu jalur maka akan berimbas pada UKM. Menurutnya, anggota UKM tidak akan dikenal baik oleh mahasiswa secara umum dan pandangan mahasiswa umum kepada UKM terbilang minim. Sedangkan sisi positifnya, Bagas menyatakan dengan adanya penyatuan jalur pendaftaran calon anggota BPM menjadi jalur jurusan maka akan dapat mencakup seluruh mahasiswa di jurusan itu.

“Karena namanya badan perwakilan ibaratnya DPR, yang cukup melingkupi semuanya kalau dari jurusan. Adapun jika seseorang meskipun mengikuti banyak UKM, namun dari jurusan Elektro ya sudah berarti atas nama Elektro. Tidak peduli dia background-nya dari mana, tapi dia mewakili jurusannya dan itu cukup”. Ungkap Bagas.

Dhita Asyanti pun menanggapi bahwa dengan diganti atau tidaknya jalur pendaftaran calon anggota BPM sebenarnya sama saja,  asalkan semua mahasiswa tahu dan paham sistemnya. Dhita juga berpendapat bahwa sistem satu jalur ini justru memberikan peluang lebih besar bagi mahasiswa, namun diperlukan sosialisasi lebih dalam kepada ormawa. “Sebelum dilaksanakan dan diterapkan, seharusnya semuanya dipahamkan terlebih dahulu. Jadi harus se iya se kata dulu, baru sistem ini dijalankan,” tutur Dhita. ( Sani- magang & Wahyu)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *