Ketidaksiapan Panitia Pemira, Jadi Faktor Inefisiensi Sistem Pemungutan Suara

Dok. Irfan, Naufal

Polines, Dimensi (08/04) – Proses pemungutan suara dalam Pemilihan Raya (Pemira) Politeknik Negeri Semarang (Polines) telah berlangsung selama empat hari sejak (01-04/04), dimana pada hari terakhir digunakan sebagai pemungutan suara susulan. Berjalannya rangkaian Pemira hingga proses pemungutan suara ini, tidak terlepas dari peran penting beberapa pihak diantaranya Komisi Pemilihan Raya (KPR), Badan Pengawas Pemilihan Raya (BPPR), Panitia Pelaksana Pemira (P3), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Berbeda dengan tahun sebelumnya, sistem pemungutan suara tahun ini dilakukan dengan penyediaan fasilitas Tempat Pemungutan Suara (TPS) jurusan dan bukan melalui TPS masing-masing kelas seperti tahun sebelumnya. Beberapa tempat yang dijadikan TPS jurusan diantaranya Gedung Kuliah Terpadu (GKT) lantai 1, Gedung Kerja Sama (GKS), Kantin Teknik (KanTek), dan Kantin Kodok (KanDok). Kendati demikian, inovasi terkait sistem pemungutan suara yang seharusnya membantu menyukseskan Pemira namun nyatanya menjadi kendala saat pelaksanaannya. Lebih lanjut, ketidaksiapan panitia juga menjadi penyebab terjadinya miss communication antara panitia dengan pembuat sistem website yang berakibat pada kebocoran sistem.

Terkait dengan sistem pemungutan suara dan adanya kebocoran sistem, berimbas pada pelaksanaan pemungutan suara yang seharusnya dilakukan melalui bilik suara namun pada kenyataannya beberapa mahasiswa memilih melalui handphone masing-masing. Tidak sampai disitu, pemungutan suara melalui handphone dilakukan oleh beberapa mahasiswa dengan bergerombol tanpa adanya pengawasan dari panitia. Hal ini menjadikan asas rahasia dalam asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBeR JurDil) patut dipertanyakan penerapannya.

Menanggapi berbagai masalah tersebut, Yusuf Muhammad selaku Ketua KPR mengungkapkan bahwa memang terdapat kekeliruan dalam pengiriman e-mail dimana tertera laman website juga untuk pemilihan, padahal seharusnya hanya username dan password saja yang dibagikan. “Pembuat sistem mengira pemilihan dilakukan di hari itu semua, sehingga mengirimkan lamannya juga,” ujarnya. Selain itu, terkait proses pemungutan suara di luar bilik dan dilakukan secara bergerombol, Yusuf juga mengklarifikasi bahwa telah mengarahkan PPS untuk mengawasi mahasiswa. “Sudah dikoordinasikan ke PPS, kita sudah berupaya menjaga asasnya, namun kembali lagi ke mahasiswanya,” jelasnya.

Tidak berbeda jauh dengan Yusuf, Anastasya Evelyn selaku Ketua P3, juga mengungkapkan terkait penggunaan handphone adalah keputusan panitia setempat dan PPS pada setiap TPS. Hal ini diperkuat karena alasan pemilihan di dalam bilik yang terlalu lama dan membludaknya antrean mahasiswa di tiap TPS, sehingga pihak panitia memberikan kemudahan dalam penggunaan handphone dengan syarat harus konfirmasi kepada PPS. “Adanya keputusan ini tergantung panitia setempat, namun mahasiswa harus konfirmasi ke PPS dan mendapat cap ungu jika memilih menggunakan handphone,” ungkapnya. Tidak hanya itu, keputusan tersebut dirasa cukup solutif untuk mengatasi antrean mahasiswa yang terlalu lama. “Jadi, nantinya tiap TPS tidak terlalu penuh sehingga antrean lancar,” tambahnya.

Di sisi lain, Afifah Cintania selaku mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis, menanggapi terkait penggunaan handphone akibat kebocoran sistem pada Pemira 2024 dinilai malah membantu menghemat waktu. Jika proses pemungutan suara menggunakan handphone, menurut Afifah asas rahasia dalam LUBeR JurDil lebih terjaga. “Jika memakai handphone sendiri jadinya hanya kita saja yang tau mau memilih siapa,” tuturnya.

(Amalia Safrina)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *