Ragu Memimpin: Memperlambat Pelaksanaan Pemira 2022

Ilustrator: Sabrina

Polines, DIMENSI (17/05) – Krisis kepemimpinan merupakan ketidakstabilan penataan berupa kemampuan seseorang dalam mengatur orang lain untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan. Ketidakstabilan penataan tersebut diakibatkan oleh kesadaran terhadap sekitar yang masih rendah, kurangnya rasa percaya diri, dan kurangnya rasa moralitas seseorang. Sama halnya keterlambatan pendaftaran dan pemilihan calon Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Ketua Himpunan (Kahim) Jurusan, dan Anggota Tetap Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) Politeknik Negeri Semarang (Polines) dalam Pemilihan Raya (Pemira) tahun ini yang telah diselenggarakan pada (18-23/04) kemarin.

Dalam pelaksanaan Pemira 2022 terjadi kendala berupa keterlambatan dan penundaan sementara pada Grand Opening dikarenakan faktor keraguan dari mahasiswa. Umar Syarifuddin, selaku Ketua Panitia Pelaksana Pemira (P3) mengaku bahwa panitia sudah berusaha semaksimal mungkin dalam melaksanakan sosialisasi secara umum setiap jurusan. Ia menjelaskan bahwa kurangnya pemahaman mahasiswa terhadap manfaat dan fungsi dari BPM dan BEM menjadi salah satu faktor alasan keterlambatan pemira. “Mahasiswa kurang dapat memahami apa itu BEM dan BPM serta apa manfaatnya. Lalu, mereka masih takut apabila mengikuti organisasi kampus maka kuliah mereka akan tertinggal,” ujar Umar.

Disisi lain, Iwan Setiawan sebagai Presma terpilih periode 2022/2023, menjelaskan bahwa ada dua faktor penghambat penyebab dirinya tidak segera menyalonkan diri sebagai Presma. Kedua faktor tersebut diantaranya, kesiapan diri untuk mengetahui tujuan dan strategi kedepannya, serta memantapkan mental. Akan tetapi, saat kendala mempersiapkan diri sudah selesai, justru ia belum menemukan pasangan selaku wapresma yang sesuai dengan kriteria data dan potensi dirinya juga. “Ketika saya sudah mengetahui tujuan dan strategi serta memantapkan mental saya, masih harus mencari wakil pasangan yang sesuai dengan potensi dan kriteria saya,” jelas Iwan.

Menanggapi hal tersebut, Ahmad Afif selaku Menteri Pengembangan Sumber Daya (PSDM) BEM Polines mengatakan keterlambatan dalam pemilihan Capresma-wapresma tidak berkaitan dengan rendahnya jiwa kepemimpinan mahasiswa yang menyebabkan krisis kepemimpinan. “Mereka yang mendaftar diajarkan kepemimpinan oleh ormawa, jadi tidak ada rendahnya jiwa kepemimpinan,” terang Afif. Ia juga menambahkan krisis kepemimpinan merupakan hal yang harus dihindari karena merupakan boomerang bagi suatu organisasi, karena dapat menyebabkan adanya vacuum of power. “Krisis kepemimpinan menyebabkan organisasi bisa bubar karena tidak ada penanggung jawabnya,” tambah Afif.

Sama halnya dengan Afif, Hegi Ainul Abrar, Ketua BPM Polines 2021/2022 berpendapat apabila terjadi krisis kepemimpinan di Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Polines akan menimbulkan vacuum of power selama satu tahun. Namun, dengan adanya dorongan secara internal maupun eksternal dapat meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa sehingga terdorong untuk maju. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan akan turun persaingan dalam memimpin. “Tidak menutup kemungkinan persaingan pemimpin akan menurun,” ujar Hegi.

Pada dasarnya, seharusnya setiap manusia memiliki jiwa kepemimpinan. Iwan mengungkapkan bahwa memiliki jiwa kepemimpinan itu penting. Seseorang harus mempunyai jiwa kepemimpinan dimulai dari memimpin dirinya sendiri untuk bisa mencapai tujuan, mencapai kesuksesan, dan tidak terombang-ambing alur, serta memiliki pengendalian atas hawa nafsu pada diri sendiri. “Minimal seorang pemimpin bisa memimpin dan mengendalikan dirinya sendiri,” imbuh Iwan.

Meskipun memiliki jiwa kepemimpinan, bukan berarti menandakan seseorang itu adalah pemimpin yang baik. Afif mengatakan bahwa seperti apa pemimpin yang baik pasti berbeda dalam pandangan orang. “Pemimpin yang baik menurut orang berbeda-beda,” ujar Afif. Sama halnya dengan Afif, Iwan pun berpendapat bahwa tidak ada kriteria untuk pemimpin yang baik karena hal itu tergantung pada pandangan masing-masing, akan tetapi dapat dilihat dari kebutuhan dan situasi organisasinya. “Kita perlu melihatnya dari kebutuhan dan situasi organisasi itu sendiri,” ungkap Iwan.

Terkait dengan pemimpin KBM Polines yang sudah terpilih, menurut Hegi terdapat tiga sifat yang harus dimiliki, yaitu loyalitas, tanggung jawab, dan amanah. Ia berharap kepada pemimpin KBM Polines agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, amanah terhadap suara mahasiswa yang sudah memilih, dan memaksimalkan pikiran serta usahanya untuk KBM Polines yang lebih baik. “Mereka bisa bertanggung jawab, amanah terhadap aspirasi mahasiswa, dan memberikan yang terbaik untuk KBM,” pungkas Hegi.

(Rahma)

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai