Direktur Polines Tegaskan Tidak Akan Membentuk UKM PIB
Polines, DIMENSI (26/11) – Angin segar bagi organisasi luar kampus nampaknya mulai terasa. Pasalnya, dengan adanya Pemenristekdikti No. 55 Tahun 2018, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) atau yang lebih dikenal dengan organisasi eksternal kampus kini bisa kembali masuk kampus. Salah satu dari turunan Permenristekdikti tersebut adalah dibentuknya Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB). Namun secara tegas Supriyadi selaku Direktur Polines menyatakan bahwa dirinya tidak akan membentuk UKM baru.
Sebelumnya dengan adanya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 26/DIKTI/KEP/2002, pemerintah melarang segala bentuk organisasi eksternal dan partai politik membuka sekretariat ataupun melakukan kegiatan politik praktis di kampus. Sehingga dengan dibuatnya Permenristekdikti No. 55 Tahun 2018 ini dirasa dapat menjadi gerbang awal bagi organisasi eksternal bergerak di dalam kampus.
Jika implementasi peraturan tersebut benar adanya, maka Politeknik Negeri Semarang (Polines) tidak bisa lagi mempermasalahkan jika organisasi eksternal mengadakan kegiatan di lingkungan kampus. Seperti yang pernah menjadi perdebatan ketika Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Polines memakai Ruang Serba Guna (RSG) untuk mengadakan acara (baca artikel Dimensi Menelisik Pro dan Kontra Seminar Oleh HMI) pada Kamis, 27 Oktober 2016.
Alasan Tidak Dibentuknya UKM PIB
Dalam pasal 1 Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 disebutkan bahwa perguruan tinggi bertanggung jawab melakukan pembinaan ideologi bangsa kepada mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan. Yang mana pembinaan mengacu pada empat pilar kebangsaan yaitu UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
Hal ini disusul penjelasan dalam pasal 2 bahwa perguruan tinggi dapat membentuk organisasi khusus yang berfungsi sebagai wadah pembinaan ideologi bangsa. Pada poin inilah muncul sebuah istilah UKM PIB. UKM PIB ini yang nantinya akan dijadikan wadah pembinaan sekaligus pengawal ideologi bangsa. Anggotanya sendiri terdiri dari gabungan seluruh organisasi eksternal kampus di bawah pengawasan pimpinan kampus, dimana pelaksanaannya dibatasi dengan tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan politik praktis. Maka dari itu muncul spekulasi bahwa organisasi eksternal dapat masuk dan menjalankan kegiatan di lingkungan kampus melalui pembentukan UKM PIB.
Dari pihak Dimensi telah melakukan konfirmasi kepada pihak institusi Polines pada Jumat (23/11) perihal implementasi peraturan tersebut. Berdasarkan keterangan Supriyadi selaku Direktur Polines, menyatakan bahwa ia tidak akan membentuk UKM baru. Menurut Supriyadi hal ini didasarkan karena Organisasi Mahasiswa (Ormawa) yang ada di Polines sudah menerapkan 4 pilar kebangsaan. Sehingga tidak diperlukan adanya sebuah wadah baru yang berfungsi sebagai pembinaan ideologi bangsa. “Saya bilang kepada Wakil Direktur III (bidang kemahasiswaan), kita tidak akan membentuk. Asal dalam AD/ART sudah mencantumkan 4 pilar kan tidak masalah. Dalam draftnya juga disebutkan dapat membentuk, yang artinya tidak diharuskan. Kalau wajib pun juga harus di uji publik dulu mungkin ada yang tidak setuju. Karena ini berhubungan dengan kondusifitas internal,” jelas Supriyadi.
Supriyadi juga memperjelas keterangannya bahwa pembinaan ideologi bangsa bisa memanfaatkan Ormawa yang sudah ada, misalnya Resimen Mahasiswa (Menwa) sebagai pengawal ideologi dan Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) sebagai pengawasnya. Selain itu yang menjadi pertimbangan tidak dibentuknya UKM PIB ialah tugas dari organisasi baru tersebut dikhawatirkan akan berbenturan dengan tugas Ormawa yang sudah ada.
Meskipun informasi mengenai peraturan baru ini telah meluas dalam pemberitaan online, namun sampai saat ini belum ada sosialisasi secara khusus dari pemerintah yang berwenang kepada pihak perguruan tinggi. “Secara khusus tidak. Tapi pernah ada, hanya untuk melakukan pembinaan bagi paham-paham yang radikal. Bukan tentang ini,” ungkap Supriyadi.
Tanggapan Beberapa Anggota Organisasi Eksternal
Menanggapi pernyataan Direktur Polines yang menegaskan tidak akan membentuk UKM PIB, Khusnul Muarifah, perwakilan dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), berpendapat bahwa saat ini permasalahan terkait ideologi di Polines masih dalam batas wajar. “Di Polines sendiri kalau masalah ideologi sepertinya masih adem-adem saja, makanya pimpinan pun merasa tidak memiliki kebutuhan untuk mendirikan UKM tersebut,” ujar Khusnul.
Khusnul juga menilai bahwa respon dari organisasi eksternal maupun pihak internal seperti BEM, BPM dan Ormawa lain masih kurang. Sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam terkait peraturan tersebut guna memperoleh solusi terbaik. Achmad Faozi selaku ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), juga sependapat dengan rencana diadakannya kajian terhadap peraturan tersebut. Setelah adanya kajian dan diskusi, nantinya beberapa organisasi eksternal kampus akan mencoba melakukan audiensi terbuka dengan pimpinan perguruan tinggi tentang pentingnya pendirian UKM PIB.
Sedangkan Route Wijayanti salah satu anggota dari HMI justru menyayangkan keputusan Direktur Polines yang tidak akan membentuk UKM PIB. Menurut Route di Polines justru belum ada organisasi yang fungsinya secara khusus sebagai wadah pembinaan ideologi bangsa, “Pasti institusi Polines memiliki alasan mengapa tidak membentuk UKM PIB. Saya juga belum mengetahui alasan sebenarnya,” terang Route.
Jika nantinya UKM PIB benar akan dibentuk, yang mana terdiri dari beberapa organisasi eksternal maka timbullah sebuah pertanyaan, apakah dengan background yang berbeda organisasi eksternal kampus dapat berjalan bersama? Tentu semua kembali pada tujuan awal. Sehingga diperlukan adanya konsistensi untuk mengawal ideologi bangsa, guna menangkal adanya radikalisme dan intoleransi tanpa memaksakan kepentingan masing-masing organisasi.
(Febi)
mahasiswa jaman sekarang harus lebih pintar dari generasi sebelumnnya karena setiap tahunnya kita butuh calon pemimpin yang siap memajukan indonesia