Buta Landasan Demokrasi (Bagian 2-Habis)

Fadli Irawan Marjan

(Deputi Kementerian Sosial dan Politik BEM KBM Polines 2014/2015)

Pengaduan yang tidak wajar lainnya dari Pemira tahun ini adalah seharusnya dari Panitia Pemira bisa membedakan DEMOKRASI dan POLITIK. Ada beberapa oknum dari panitia yang sempat menjual kalimat, “Mari Meriahkan POLITIK untuk DEMOKRASI dalam acara Pemira”. Apakah itu pantas?

 

Sarana mahasiswa untuk pemilihan calon pun dirasa beberapa kalangan mahasiswa tidak masuk akal. Dijelaskan bahwa setiap masing-masing HMJ seharusnya mengajukan lebih dari 2 orang calon untuk bisa menempati kouta yang hanya untuk 2 orang dari masing-masing HMJ. Tetapi calon yang diikutkan hanya 2 orang dari beberapa HMJ untuk mengikuti Pemira. Maka patutlah dipertanyakan dimana letak “pemilihan raya”-nya?

 

Pemira 2015 ini bisa dikatakan sudah memasuki 75% pelaksanaan. Dilihat dari tahun-tahun sebelumnya setiap acara yang dilakukan tahun ini tidaklah terlalu jauh perbedaannya, padahal Pemira tahun ini telah mendapat kenaikan pendanaanya. Maka pantaslah timbul pertanyaan di kalangan ormawa yang pernah mengikuti Pemira sebelumnya, apakah Pemira tahun ini dapat dikatakan jauh lebih baik? Apakah sudah didapat kemeriahan dan kehebohan dari pestanya yang selama ini telah digadang-gadangkan dalam pengumuman acaranya?

 

Selain yang sudah dijelaskan di atas, terdapat peraturan baru yang mengakibatkan ketidaksesuaian kembali. Selain aturan baru kali ini dianggap sangat mempersulit untuk setiap calon dan bertentangan dengan kode etik pada saat penyeleksian calon. Sebagai contoh Pemira tahun ini mewajibkan setiap calonnya untuk membawa minimal 5 orang tim sukses (timses) masing-masing di setiap kampanye di 5 jurusan.

 

Lalu akhirnya ancaman terbesar dari Pemira adalah besarnya golongan putih (golput). Apakah dengan kenaikan dana dan segala bentuk peraturan baru Pemira di tahun ini dapat menghasilkan pengurangan angka golput? Dimana pada pemira pada tahun sebelumnya berhasil mengundang 55,6% mahasiswa Polines untuk menggunakan hak pilihnya.

 

Bicara tetang akhir dari tulisan ini, seharusnya seluruh dari kepanitiaan Pemira harus dapat independen dan netral tanpa harus malah ikut-ikut mencampurkan diri dalam perpolitikan yang ada atau malah yang memanaskan suasana. Tetapi pada akhirnya, semua kembali ke tangan seluruh mahasiswa. Senandung yang selama ini didendangkan untuk sang pemimpin, semoga saja membawa perubahan bagi mahasiswa. Pengalaman Pemira beberapa waktu yang lalu, telah menjadi pelajaran berharga bagi seluruh mahasiswa Polines nanti. Banyaknya dukungan timses terhadap sang calon pemimpin, bukanlah jaminanan sebagai pemenang, tetapi figur ketokohanlah yang menjadi kunci kemenangan.

Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *