1998, Sebuah Novel

Pernah merasakan menjadi pacar seorang aktivis? Atau pernah membayangkan bagaimana rasanya? Menjadi pacar dari seorang aktivis tak pernah terbersit di benak Putri yang notabene adalah anak rumahan. Putri, anak bungsu dari walikota Malang, akhirnya merasakan hal tersebut setelah bertemu dengan Neno, seorang aktivis kampus yang berjuang untuk reformasi. 
Cerita berawal ketika Putri terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi di Universitas Brawijaya, Malang. Saat itu pula ia bertemu dengan kawan-kawan baru yang akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Ada Heni, Gundul, Zizi, Marzuki, Rudi dan Neno. Putri yang merupakan anak walikota tak kesulitan untuk bergaul dengan mereka karena kesederhanaan dan kerendahan hatinya.
Berlatar masa reformasi, yakni sekitar tahun 1998, kisah ini turut menuturkan berbagai aksi mahasiswa untuk menggulingkan tirani yang telah berkuasa selama 32 tahun di Indonesia. Neno, aktivis kampus yang mampu memikat hari Putri, merupakan satu dari ribuan mahasiswa Indonesia yang terjun untuk menjadi aktivis. Tak pelak, hubungan khusus yang mulai dibangun dengan Putri turut dikorbankan atas nama reformasi. Keadaan semakin suram ketika Putri menyadari bahwa Neno berseberangan dengan partai yang mengusung Ayahnya.
Tragisnya lagi, Neno termasuk dalam salah satu orang yang dihilangkan. Pada masa itu tak mengherankan bila seseorang, terutama aktivis, hilang begitu saja tak diketahui kabarnya, tak dapat dilacak oleh sanak keluarga. Kehati-hatian tetap saja tak dapat menghindarkan kekasih Putri itu dari penculikan oleh oknum tak dikenal.
Hari-hari penantian Putri menjadi hari-hari yang berat baginya.Reformasi telah terlaksana dan pemerintahan lama telah digeser. Suharto resmi melepas jabatannya pada 21 Mei 1998. Kondisi yang awalnya memanas pun perlahan mereda. Namun kenyataannya, orang-orang yang hilang tak kunjung pulang. Putri bukan satu-satunya yang menanti kepulangan orang tersayang. Terdapat banyak keluarga yang kehilangan, tapi kepada siapa akan meminta pertanggungjawaban?
Novel terakhir dari Ratna Indraswari ini disusun oleh pengarangnya untuk mengenang para aktivis reformasi yang hingga kini tak diketahui rimbanya, sekaligus mengingatkan kita untuk menolak lupa terhadap perjuangan mereka. 
Advertisements

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *